Batu bata kuno yang tertata rapi ditemukan di lereng perbukitan Desa Kepuhklagen, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik. Batu bata merah berukuran 40 x 20 x 8 cm dan tertimbun tanah itu diduga candi atau gapura era Majapahit.
Tokoh Desa Kepuhklagen, Mahmud (64), Selasa (4/10/2011), menuturkan, lokasi temuan bata merah kuno itu terletak sekitar 400 meter dari tempat penemuan Pithecanthropus mojokertensis pada 1936. Lokasi temuan dekat sumber air Kali Kedungbanteng, Kedung Kemaron, dan Jurang Bedhes. Adapun di Jurang Bedhes dulu terdapat banyak kera.
Sebagian bata merah digali warga dan dikumpulkan di Desa Soko. Batu itu diambil lewat Randusongo.
Temuan batu bata itu berawal dari mimpi warga Soko, Ahmad Wujud (41), tiga hari sebelum Ramadhan. Saat itu dalam mimpinya, Wujud diminta menggali sesuatu di bawah pohon dekat Kali Kedungbanteng.
Pada hari pertama puasa Ramadhan, bersama dua temannya, Wujud ke lokasi seperti petunjuk kakek berjubah dalam mimpinya. Setelah menggali dengan linggis dan cangkul sedalam 70 cm, dia mendapati bata merah. Bata tersebut dikumpulkan di dekat mushala di Soko, sekitar 6 kilometer dari lokasi temuan. Akan tetapi, penggalian dihentikan karena temuan itu dilaporkan ke perangkat desa dan diteruskan ke Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan (BP3 Trowulan), Mojokerto.
Meski begitu, sejak ada larangan penggalian, dan tim BP3 Trowulan didatangkan, belum ada ekskavasi. Garis polisi di lokasi temuan juga sudah putus. "Kami ingin segera ada kejelasan apakah tumpukan bata itu candi atau gapura era Majapahit. Terlebih lagi, lokasi temuan ada di sekitar situs Pithecanthropus mojokertensis," kata Mahfud yang pernah mendampingi tim arkeologi dari Jakarta dan Yogyakarta pada 1972 dan 1993 untuk meneliti lokasi situs.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar