Para peneliti Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta, tahun 2003 
memperoleh paten Pentagamavunon-0 di Amerika Serikat, yaitu sebuah 
senyawa hasil modifikasi kurkumin penghambat sel kanker. Kini 
dikembangkan kitosan nanopartikel untuk membawa kurkumin agar lebih 
efektif menyasar sel-sel kanker.
Ini (modifikasi kurkumin) 
menjadi obat antikanker dengan kombinasi kitosan yang melapisi kurkumin 
dalam ukuran nanopartikel,” kata dosen dan peneliti pada Fakultas 
Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Ronny Martien, Kamis (23/6), setelah 
menerima penghargaan dan dana bantuan penelitian dari Biro Oktroi dan 
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di Jakarta.
Ronny 
merupakan satu di antara empat peneliti muda lainnya yang diberi hibah 
dana penelitian oleh Biro Oktroi dan AIPI. Ronny mengajukan usulan 
penelitian bidang Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati.
Judul 
penelitiannya ”Pemanfaatan Kitosan dalam Meningkatkan Bioavailibilitas 
Senyawa Pentagamavunon-0 (PGV-0) sebagai Obat Analgetik-Antiinflamasi 
dengan Formulasi Nanopartikel”.
PGV-0 merupakan turunan analog 
kurkumin yang diperoleh dari rimpang kunyit dan temulawak. Menurut 
Ronny, PGV-0 diteliti UGM bekerja sama dengan Belanda.
Lalu, 
PGV-0 dipatenkan di AS dengan Nomor Paten US-6.777. 447B2. Ini mengingat
 banyak dilakukan riset kurkumin di negara ini dan telah menghasilkan 
beberapa paten pula. Kurkumin itu diperoleh dari kunyit dan temulawak 
yang banyak diekspor Indonesia ke AS.
PGV-0 terbukti memiliki 
kemampuan menghambat enzim cyclooxygenase (COX-2) yang terdapat pada 
sel-sel kanker. Ekspresi enzim COX-2 cenderung terus meningkat di dalam 
sel kanker sehingga harus dihambat untuk proses penyembuhannya.
”PGV-0 sebagai obat antikanker juga punya kelemahan berupa tingkat 
keterlarutan dalam air yang tergolong rendah sehingga perlu 
dikombinasikan dengan kitosan dengan keterlarutan di dalam air yang 
tinggi,” kata Ronny.
Melimpah
Ronny 
mengemukakan, obat antikanker dengan teknologi nanopartikel ini ditempuh
 melalui enkapsulasi kurkumin dengan kitosan berukuran 2-5 nanometer. 
Ketersediaan bahan baku untuk kurkumin dan kitosan melimpah sehingga 
berpeluang menjadi obat murah.
”Ada dua cara untuk menjadikan kitosan dan kurkumin ini memiliki ukuran nanopartikel,” kata Ronny.
Kedua metode itu meliputi top down dan bottom up. Metode top down menggunakan prinsip fisika dengan peralatan homogeniser yang belum ada di Indonesia dan biayanya menjadi relatif mahal. Metode bottom up pada prinsipnya ditempuh proses secara kimia dengan mencampurkan kitosan dan kurkumin tersebut.
”Saat ini belum ada industri yang menyatakan ingin bekerja sama untuk 
mengembangkan riset ini dan memproduksi obatnya di kemudian hari,” 
katanya.
Menurut dia, kelimpahan bahan baku merupakan modal utama
 pengembangan obat itu pada masa depan. PGV-0 mudah diperoleh dari 
kurkumin rimpang kunyit dan temulawak yang memiliki habitat cocok di 
wilayah tropis di Indonesia.
Kitosan terbuat dari kitin yang 
terkandung di dalam cangkang udang-udangan, termasuk cangkang kepiting. 
Cangkang udang, misalnya, diperkirakan mencakup 30-70 persen bagian dari
 tubuh udang sendiri sehingga cangkang menjadi limbah yang melimpah.
Melalui proses pemurnian, cangkang akan menghasilkan kitin sebagai 
senyawa aminopolisakarida yang mampu mengikat 4-5 kali berat lemak 
ketimbang berat kitin itu sendiri. Untuk menjadikan kitin sebagai 
kitosan, ditempuh melalui proses hidrolisis kitin dengan asam dan basa.
Kitosan merupakan kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya, lalu 
menyisakan gugus amina bebas yang menjadikan kitosan bersifat 
polikationik atau ion bermuatan positif.
”Karena muatan kitosan yang positif ini bisa ditempelkan dengan kurkumin yang bermuatan negatif,” kata Ronny.
Obat antikanker dengan kombinasi kitosan dan kurkumin—lebih tepatnya 
adalah PGV-O dengan ukuran nanopartikel—ini dimasukkan secara oral ke 
tubuh penderita.
Obat nanopartikel ini selanjutnya mudah diserap 
dan masuk ke pembuluh darah dan jaringan sel. Obat akan bekerja ketika 
menjumpai sel-sel kanker, terutama menghambat enzim COX-2 pada sel-sel 
kanker.
”Kurkumin dalam hal ini sebagai drug atau obat yang ingin diantar dengan kitosan nanopartikel,” kata Ronny.
Pada pengembangannya nanti, drug itu bisa diubah apa saja sesuai 
kebutuhan pasien. Obat dengan ukuran nanopartikel akan mengurangi dosis,
 tetapi Ronny mengakui, hasil penelitiannya belum mencapai presisi 
target.
”Para peneliti farmasi di dunia sekarang sedang mengejar 
metode pencapaian target penyakit secara presisi untuk diobati dengan 
obat nanopartikel ini,” ujar Ronny.
Kelimpahan bahan baku obat 
nanopartikel menjadi modal utama. Namun, ketekunan dan keseriusan semua 
pihak untuk mendukung riset ini tak kalah penting. Bahkan, amat penting.
Healt
                                  ,
                                
Tanaman