Senin, 26 September 2011

Radiasi Alfa Obati Kanker

Para dokter di Rumah Sakit Royal Marsden London menguji coba penggunaan radiasi alfa untuk mengobati kanker prostat. Hasilnya, pasien hidup lebih lama, mengalami lebih sedikit nyeri, ataupun efek samping. Karena itu, uji coba terhadap 922 orang itu dihentikan sebelum waktunya.
Para dokter merasa tidak etis jika tidak memberikan pengobatan sama terhadap mereka yang mendapat plasebo (zat yang tidak berisi obat, digunakan sebagai pembanding dalam penelitian). Para peneliti kanker di Inggris menyatakan, penemuan itu penting dan sangat menjanjikan.
Penelitian itu dipaparkan dalam Kongres Kanker Multidisiplin Eropa, tetapi belum dikaji oleh akademisi lain. Radiasi digunakan untuk mengobati tumor selama hampir satu abad. Fungsinya, merusak kode genetik dalam sel kanker. Partikel alfa dikenal sangat besar dan merusak di jagat radiasi. Yaitu, berupa rentetan inti helium yang jauh lebih besar daripada radiasi beta ataupun gelombang gamma.
Pemimpin peneliti Dr Chris Parker, sebagaimana dikutip BBC, Sabtu (24/9/2011), menyatakan, penemuan itu merupakan langkah maju yang signifikan.
”Partikel alfa jauh lebih merusak. Hanya perlu satu sampai tiga tembakan untuk membunuh kanker dibandingkan dengan ribuan tembakan partikel beta,” katanya.
Karena hanya perlu sedikit tembakan, partikel alfa tidak banyak merusak jaringan sekitar tumor. Pada 90 persen pasien kanker prostat stadium lanjut, tumor akan menjalar ke tulang dan tak mempan terhadap obat lagi.
Penelitian ini melibatkan pasien kanker seperti itu dan menggunakan radium 223 klorida sebagai sumber radiasi. Laju kematian pasien yang diberi radium 223 klorida bersama kemoterapi lebih rendah 30 persen daripada pasien yang hanya diberi kemoterapi dan plasebo. Usia pasien dengan radium 223 klorida juga lebih panjang.

Renang Mencegah Empedu Mengkristal

Dalam perjalanan hidup ini, sekitar 15 persen dari populasi manusia akan mengalami gangguan batu empedu, dengan risiko membesar seiring bertambahnya usia. Batu empedu muncul bila cairan empedu di kandung empedu terkumpul dan mengendap.
Seiring perjalanan waktu, kolesterol yang terdapat pada cairan empedu mengkristal dan membentuk batu. Kendati penyakit batu empedu seringkali tanpa gejala, ketika keadaan memburuk gejala yang biasa ditimbulkan adalah serangan usai mengonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi.
Hal itu terjadi karena lemak memicu hormon lalu merangsang kandung empedu berkontraksi, sehingga empedu yang tersimpan dipaksa masuk ke dalam duedenum, yaitu jalan keluar menuju usus kecil.
Pada banyak kasus, batu di dalam empedu tidak menimbulkan gangguan dan menghilang sendiri secara alamiah. Kondisi demikian bisa juga menyebabkan penyumbatan dan menimbulkan rasa sakit, sehingga harus dioperasi.
Namun, tak usah gusar. Banyak upaya bisa dilakukan untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit batu empedu. Di antaranya menjaga berat badan tetap normal, menurunkan kadar kolesterol, dan mengonsumsi makanan berserat.
Diet ketat untuk menurunkan berat badan dengan cepat tidak disarankan. Kondisi demikian justru akan merangsang hati mengeluarkan kolesterol dalam jumlah besar ke cairan empedu, sehingga bisa menimbulkan batu empedu.
Prinsip utama bagi pasien batu empedu adalah merawat kantung empedu. "Hindari konsumsi makanan berlemak, seperti daging merah dan gorengan, karena lemak bisa merangsang munculnya batu empedeu," kata dr.Errawan Wiradisuria, Sp.B dari RS.Gading Pluit Jakarta.
Mereka yang kegemukan (obesitas) juga beresiko lebih tinggi mengalami batu empedu. "Bila sudah terlanjur gemuk, turunkan berat badan hingga mencapai bobot dan kolesterol ideal," katanya.
Guna menghindari batu empedu, Dr.Errawan menyarankan untuk rajin berolahraga. Olah fisik penting untuk membakar lemak-lemak tubuh dan mengurangi risiko terbentuknya batu empedu.
"Pola hidup sehat dan hidup tertib akan membantu kita mengendalikan tingkat kolesterol tetap di bawah angka normal," tambahnya.
Dr.Andrew R.Hart dari University of Bristol di Inggris menyatakan bahwa berenang atau joging teratur bisa mencegah pembentukan batu empedu. "Gaya hidup aktif bisa memperkecil risiko terkena batu empedu hingga 60 persen," ungkapnya seperti dikutip Reuters.
Olahraga akan memicu cairan empedu bergerak seperti dikocok, sehingga mencegah untuk mengkristal. "Bila Anda banyak bergerak, cairan empedu tak punya waktu untuk membentuk kristal-kristal kolesterol sampai menjadi batu," katanya.
Sumber: Kompas.com

Penyebab Pusing Saat Scan MRI

Di antara mereka yang pernah menjalani prosedur pemindaian (scan) MRI (magnetic resonance imaging), tak jarang ada yang mengeluhkan rasa penat, limbung atau pusing setelah berbaring di mesin pencitraan tersebut.
Menurut studi terbaru para ilmuwan, efek pusing atau keluhan tidak nyaman itu disebabkan oleh kuatnya medan magnet serta gelombang radio yang dipancarkan oleh alat tersebut.
Para ahli dari John Hopkins Medical Institutions di AS menyatakan, kuatnya gelombang dan medan magnet yang dipancarkan untuk membuat citra yang detil ari dalam tubuh dapat memengaruhi organ telinga bagian dalam. Peneliti menemukan adanya gangguan pada bagian telinga yang disebut labirin yang dikenal berperan penting dalam mengendalikan keseimbangan.
Temuan yang dipublikasikan  jurnal Current Biology itu mengindikasikan, medan magnet yang kuat dapat mendorong cairan dalam labirin serta memicu perasaan limbung. Kesimpulan ini merupakan hasil kajian terhadap pemantauan 10 relawan berbadan sehat serta dua relawan yang mengalami gangguan pada fungsi labirin.
Saat relawan menjalani pemindaian MRI, peneliti memantau efek yang disebut nystagmus, pergerakan secara refleks dari mata yang mengindikasikan bahwa otak mendeteksi adanya suatu gerakan.  Efek nystagmus  terlihat pada relawan yang sehat, namun tidak ditemukan pada relawan yang labirinnya mengalami gangguan. Hal ini menjadi indikasi yang kuat bahwa labirin memang memainkan sebuah peran penting dalam kasus vertigo yang berkaitan dengan MRI.
Percobaan selanjutnya menunjukan bahwa medan magnet yang kuat dapat menyebabkan nystagmus dengan cepat. Arah pergerakan mata juga dapat berubah  tergantung dari arah mana relawan masuk ke dalam mesin atau alat scan MRI.
Para ilmuwan meyakini, vertigo MRI merupakan kondisi yang disebabkan oleh interplay (pengaruh) antara medan magnet dan cairan yang mengisi kanal labirin. Medan magnet diduga telah mendorong partikel-partikel yang mengatur sirkulasi cairan dalam kalan tersebut.
Pada gilirannya, hal ini menimbulkan tekanan pada sel-sel yang menggunakan  aliran cairan tersebut untuk mendeteksi gerakan. Penemuan ini, kata peneliti juga memberi implikasi penting terhadap riset mengenai MRI dan hubungannya dengan otak. 

Sumber: Kompas.com

Ngopi Kurangi Risiko Depresi

Hobi menyeruput kopi ternyata menguntungkan bagi kesehatan mental. Penelitian menunjukkan para wanita yang hobi ngopi memiliki risiko lebih rendah untuk menderita depresi dibanding wanita yang tidak pernah ngopi atau hanya ngopi secangkir sehari.
Meski masih terlalu dini untuk merekomendasikan kebiasaan ngopi demi mencegah depresi, tetapi hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Archives of Internal Medicine tersebut setidaknya bisa mengurangi perasaan bersalah para pecandu kopi.
"Hasil riset ini bisa mengurangi citra negatif dari konsumsi kopi. Kafein dalam dosis tinggi selama ini dikaitkan dengan gejala kecemasan dan penyakit psikiatri lainnya sehingga banyak ahli menyarankan untuk mengurangi kopi," kata Dr.Christopher Cargile, ahli psikiatri dari Texas yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Sekitar 80 persen kafein di dunia dikonsumsi dalam bentuk kopi. Kafein sendiri merupakan stimulan sistem saraf yang paling banyak digunakan. Penelitian menunjukkan kafein berpengaruh pada kesehatan jantung, inflamasi dan kanker. Namun hanya sedikit peneliti yang tertarik mengetahui efek kafein pada mood.
"Dalam jangka pendek kafein memiliki efek positif pada mood, meningkatkan energi dan membuat kita langsung terjaga. Karena itu menarik untuk tahu apa efeknya dalam jangka panjang," kata peneliti senior Dr.Alberto Ascherio, profesor epidemiologi dan nutrisi dari Harvard School of Public Health di Boston.
Dalam penelitian yang melibatkan 51.000 wanita berusia rata-rata 63 tahun, para peneliti mengikuti kesehatan mereka. Di awal penelitian, tidak satupun responden yang dilaporkan menderita depresi atau mengonsumsi antidepresan.
Para wanita yang mengonsumsi empat cangkir kopi setiap hari risikonya untuk menderita depresi berkurang 20 persen, sementara yang mengonsumsi dua sampai tiga cangkir, risikonya menurun 15 persen dibandingkan dengan yang minum secangkir kopi setiap hari.
"Kafein memiliki efek pelepasan beberapa neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Hal itu tentu berpengaruh pada pengaturan mood dan depresi," kata Ascherio yang juga menjadi dosen di Harvard Medical School.
Meski begitu sebenarnya efek jangka panjang kafein belum diketahui. "Jika kafein memiliki efek antidepresan, kita bisa mengambil kandungan yang paling kuat efeknya dalam mengusir depresi," katanya.

Sumber,: Kompas.com