Sabtu, 26 November 2011

Pola Makan Pengaruhi Kualitas Sperma

Apa yang kita asup, baik makanan dan minuman akan memengaruhi kualitas sperma yang dihasilkan. Itu sebabnya menjalani pola hidup sehat adalah syarat mutlak untuk mempersiapkan bibit unggul dan meningkatkan peluang kehamilan.

Pola makan yang direkomendasikan untuk sel sperma berkualitas adalah yang kaya akan buah-buahan segar, sedikit daging merah, serta padi-padian. Jauhi pula alkohol dan juga kopi. Demikian saran para peneliti dari Brasil dalam penelitian mereka yang dimuat dalam jurnal Fertility and Sterility.

Dalam penelitian mereka, para pria yang mengikuti program bayi tabung akan memiliki sel sperma yang baik jika mengikuti pola makan sehat tersebut. Kualitas sperma merupakan syarat penting agar kehamilan dan bayi sehat yang diidamkan tercapai.

"Pedoman hidup sehat ini bukan cuma untuk pria tapi juga wanita. Pasangan yang ingin hamil harus menghindari pola makan buruk sebisa mungkin," kata Dr.Lynn Westphal, ahli fertilitas dari Stanford University Medical Center, California.

Dalam penelitian di Brasil tim peneliti melibatkan 250 pria dan pasangan mereka yang sedang mengikuti program kesuburan ICSI (intracytoplasmic sperm injection) atau penyuntikan satu sel sperma pada sel telur.

Para pria tersebut diwawancara tentang pola makan mereka, seperti kebiasaan makan sayuran, buah, ikan, serta kebiasaan minum alkohol atau kopi.

Peneliti juga mengambil contoh cairan mani mereka untuk menganalisa seberapa sehat dan konsentrasi sperma mereka. Setiap tahapan dalam proses bayi tabung itu juga diikuti.

Sebanyak tiga perempat sel sperma berhasil membuahi sel telur selama penelitian dan sekitar 4 dari 10 wanita berhasil hamil.

Ketika mengamati pergerakan sperma, ternyata pria yang pola makannya buruk dan kegemukan cenderung memiliki sel sperma yang malas berenang dan konsentrasinya rendah. Kebiasaan merokok juga berdampak negatif pada pergerakan sperma, seperti halnya kebiasaan minum alkohol dan ngopi.

Keberhasilan implantasi embrio dan juga terjadinya kehamilan lebih rendah jika pihak pria hobi mengonsumsi daging merah. Di lain pihak, kebiasaan mengasup padi-padian (seperti oat atau wheat) berkaitan dengan jumlah dan pergerakan sperma yang baik. Konsumsi  buah juga akan meningkatkan kegesitan sperma.

Hasil penelitian ini konsisten dengan studi yang menyatakan beberapa jenis vitamin, mineral, dan asam amino membantu meningkatkan kualitas sperma. Sementara itu konsumsi alkohol dan daging yang diproses merusak sperma.

5 Makanan Alami Penangkal Jerawat

Jerawat merupakan salah satu "musuh" yang mengganggu kemulusan kulit wajah. Ada beberapa faktor yang memicu timbulnya jerawat, antara lain gejolak hormon, stres, hingga kebersihan kulit. Makanan tertentu juga diduga menyebabkan jerawat. Tetapi, ada juga makanan yang bisa menjaga keindahan kulit sekaligus menaklukkan "si musuh" kulit ini.
1. Tiram, daging unggas, dan ikan
Tidak ada yang tahu persis mengapa makanan ini dianggap mampu mencegah jerawat. Tetapi para ahli mempercayai, asupan Zinc (seng) yang cukup dalam setiap menu makanan dapat membantu mengerem munculnya jerawat. Hal ini mungkin disebabkan karena sifat dari seng yang membantu mengendalikan pelepasan hormon. Selain itu, seng juga membantu tubuh menyerap vitamin A dan nutrisi lain yang penting bagi kesehatan kulit.

2. Salmon dan sumber omega-3
Beberapa dermatologis meyakini bahwa asam lemak omega-3 selain membantu mencegah peradangan dapat juga membantu mengontrol timbulnya jerawat. Agar mendapat hasil maksimal, setidaknya Anda harus makan dua porsi ikan yang kaya asam lemak omega 3 setiap minggu. Sumber terbaik omega 3 bisa didapat dari ikan salmon, sarden, dan mackerel, atau biji rami dan kenari.

3. Kentang, wortel, melon, atau paprika

Beta-karoten banyak ditemukan pada buah dan sayuran berwarna oranye dan kuning. Zat ini mempunyai fungsi untuk mengkonversi vitamin A di dalam tubuh dan nutrisi lain yang membantu meningkatkan selenium - senyawa yang baik untuk kulit.

4. Jeruk, tomat, atau kiwi
Makanan yang kaya vitamin C tidak memiliki fungsi sebagai penyembuh jerawat. Tetapi vitamin ini akan memperkuat dinding sel sekaligus membantu melindungi kulit Anda dari jaringan parut yang dapat menyebabkan noda. Selain itu kandungan bioflavonoid pada jeruk juga dapat bertindak sebagai anti peradangan alami yang dapat mempercepat proses penyembuhan.

5. Almond, telur, atau sayuran berdaun hijau
Antioksidan vitamin E membantu menyembuhkan kulit dari kerusakan dan jaringan parut akibat jerawat. Memang tidak mudah untuk mendapatkan banyak vitamin E dari diet rendah lemak. Tetapi minyak mentah nabati, kacang-kacangan, dan biji-bijian merupakan sumber terbaik dari antioksidan.

99 Persen Pasien Hepatitis A Sembuh Sempurna

Ada beberapa jenis penyakit  hepatitis yang dikenal selama ini mulai dari hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Namun dari berbagai macam jenis tersebut, hepatitis A termasuk yang paling ringan ketimbang hepatitis B dan C (menyebabkan sirosis dan kanker hati). Bahkan, sebagian besar pasien hepatitis A akan sembuh dengan sendirinya tanpa ada komplikasi lebih lanjut.

"Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa penyakit ini tidak berat, tetapi umumnya 99 persen pasien akan sembuh sempurna. Mungkin hanya 0,5 persen yang menjadi hepatitis berat (dalam istilah kedokteran disebut fulminan). Pada kondisi tersebut, pasien bisa meninggal kalau tidak segera dilakukan transplantasi," kata Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) dr Rino A Gani, SpPD,K-GEH, FINASIM dalam acara temu media di Sekretariat PB PAPDI Jakarta, Kamis (24/11/2011).

Menurut Rino, gejala klinis infeksi virus hepatitis A sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga gangguan fungsi hati, namun umumnya tidak berat. Kebanyakan 80 persen pasien yang terinfeksi hepatitis tidak mengalami suatu gejala, sehingga pasien tidak sadar kalau dirinya sudah terinfeksi virus. Hanya sekitar 20 persen saja yang menunjukkan gejala.

Ia menambahkan, setelah melewati masa inkubasi selama 15-49 hari, barulah pasien dapat merasakan gejala seperti misalnya, lemas, mual, muntah, demam, dan kadang diare.

"Hepatitis A termasuk jenis yang akut (berlangsung kurang dari 6 bulan). Sedangkan hepatitis B dan C biasanya hepatitis kronik (lebih dari 6 bulan)," katanya.

Untuk pengobatan infeksi virus hepatitis A dapat dilakukan secara suportif. Karena menurut Rino, tidak ada obat untuk membunuh virus tersebut secara langsung dan memang tidak diperlukan obat-obatan. Pasalnya, virus tersebut akan hilang dengan sendirinya dalam darah.

"Pengobatan suportif yang dimaksud misalnya, kalau pasien muntah harus diberikan obat untuk mengurangi muntahnya. Atau jika pasien kekurangan cairan, dapat diberikan cairan infus untuk mengatasi kekurangan cairan tersebut," jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan hanya sebagian kecil pasien yang memerlukan rawat inap, yaitu apabila tidak dapat makan dan minum serta terjadi dehidrasi berat. Yang diperlukan pasien adalah cukup istirahat dan makan tinggi kalori, dan protein sesuai keinginan pasien untuk memulihkan kesehatan livernya (hati).

"Meski kasus hepatitis A jarang menimbulkan kematian, akan tetapi penderitanya akan mengalami penurunan produktivitas," tandasnya.

5 Ciri Payudara Implan

Jumlah perempuan yang merasa tidak pede dengan ukuran payudaranya semakin banyak. Menurut data dari American Society of Plastic Surgeons, hampir 300.000 perempuan di Amerika melakukan pembesaran payudara di tahun 2010.

Di Indonesia meski angkanya kecil tetapi peminat operasi plastik terus meningkat. Bahkan di sebuah rumah sakit swasta di Tangerang, pasien yang berminta menjalani operasi plastik, termasuk pemasangan implan payudara, harus mengantre sampai dua bulan ke depan.

Fenomena tersebut menunjukkan bahwa orang Indonesia tidak tabu lagi untuk melakukan jalan pintas lewat meja operasi, termasuk mengisi payudara dengan implan demi meraih kecantikan.

Bagi awam, mungkin sulit membedakan mana payudara yang alami dengan yang sudah ditambah silikon. Tetapi menurut ahli bedah plastik Norman Rowe, ada 5 ciri utama untuk mengidentifikasi payudara yang ditambah implan.

1. Jarak terlalu dekat

Kebanyakan payudara perempuan berjarak sekitar 7 cm. Namun dengan penambahan implan jarak tersebut berkurang banyak. "Ketika dokter memasang implan, biasanya mereka memasangnya terlalu berdekatan sehingga hasilnya akan terlihat merapat di tengah," kata Rowe.

2. Terlalu tinggi

Ciri yang paling kentara lainnya adalah jika payudara tampak terlalu tinggi ke dada. Normalnya payudara berada sejajar dengan ketiak.

3. Terlihat seperti semangka

"Payudara yang alami memiliki bentuk seperti buah pepaya atau alpukat, namun jika tampak seperti melon yang bundar atau besar seperti semangka itu merupakan tanda payudara itu tak asli," katanya. Tak seperti payudara asli yang secara alami akan mengisi bagian bawah, implan silikon biasanya diletakkan agak diatas sehingga bentuknya bundar sempurna.

4. Tampak ada bekas luka

Dokter bedah plastik pada umumnnya memakai empat titik untuk memasukkan implan ke payudara dan semuanya akan meninggalkan bekas luka atau parut. Bekas sayatan bisa terlihat di bagian bawah payudara, dekat puting, dekat ketiak, atau di atas pusar.

5. Terdengar suara

Anda memerlukan telinga super sensitif atau ruangan yang sangat sunyi untuk bisa mendengarnya. Wanita yang melakukan pembesaran payudara menggunakan implan saline terkadang menghasilkan suara ketika mereka bergerak. "Jika implan tidak bisa mengisi seluruh bagian terkadang akan timbul kantung udara yang bisa menghasilkan suara," katanya.

Pria Indonesia Paling Rajin Bercinta

Pria Indonesia berada di urutan paling atas dalam hal frekuensi mereka melakukan hubungan seksual. Dalam survei bertajuk Ideal Sex in Asia Survey, diketahui pria Indonesia rata-rata bercinta 9,8 kali dalam sebulan.

Berada di urutan kedua adalah pria Filipina yang berhubungan seks 9,4 kali dalam sebulan, diikuti pria India 8,8 kali sebulan. Selanjutnya adalah Thailand 7,7 dalam sebulan.

Sementara itu untuk kaum wanita, ternyata yang menduduki urutan tertinggi dalam hal frekuensi bercinta adalah wanita dari India yang rata-rata bercinta 8,7 kali dalam sebulan. Di urutan kedua Indonesia dan Malaysia yang sama-sama bercinta sekitar 6,8 kali dalam sebulan. Sedangkan wanita Thailand hanya bercinta 5,7 kali dalam sebulan.

Survei yang dilakukan oleh perusahaan farmasi Pfizer itu melibatkan 1.658 pria dan 1.624 wanita di 10 negara Asia. Usia responden 31-74 tahun dan melakukan penetrasi seksual dalam 12 bulan terakhir.

Menurut Dr.George Lee, konsultan urologi dari Monash University Kuala Lumpur, Malaysia, ereksi yang keras masih memegang peran penting dalam kepuasan seksual orang Asia. "Hampir 90 persen orang Malaysia menganggap ini adalah faktor penting," katanya.

Hanya sepertiga responden yang mengatakan durasi hubungan seksual sebagai faktor utama dalam kepuasan.

Negara-negara yang berpartisipasi dalam survei ini antara lain Cina, Hongkong, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapuran, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand. Hasil survei ini diumumkan kemarin (24/11) di Hongkong.

bat Tradisional Cina Percepat Kehamilan?

Negeri Cina sejak ribuan tahun silam sudah terkenal akan kemajuan pengobatan medisnya yang berbahan herbal. Salah satu manfaat pengobatan Cina yang cukup terkenal adalah meningkatkan kesuburan pasangan yang sulit punya keturunan.

Secara statistik ternyata pasangan dengan masalah kesuburan yang mengikuti pengobatan tradisional Cina peluangnya untuk berhasil hamil empat kali lebih besar. Hal ini paling nyata terlihat pada pasangan yang melakukan akupuntur.

Studi terbaru yang dilakukan peneliti dari Australia terhadap 1.851 wanita yang sulit hamil juga menunjukkan hasil serupa.

Dalam studi lain terhadap 616 wanita menunjukkan, 50 persen berhasil hamil saat melakukan pengobatan tradisional Cina dibandingkan dengan 30 persen yang melakukan pengobatan modern Barat.

Secara umum hasil analisis menunjukkan terjadi peningkatan keberhasilan kehamilan dua kali lebih tinggi selama kurun waktu 4 bulan pengobatan dibanding yang menjalani pengobatan modern.

Dr.Karin Ried yang melakukan riset ini mengatakan infertilitas dialami sekitar 1 dari 6 pasangan dan 20 persen kasus infertilitas tidak diketahui penyebabnya (unexplained).

Penelitian menunjukkan perbedaan keberhasilan tampaknya disebabkan karena analisis yang cermat dari siklus menstruasi - periode di mana seorang wanita mungkin untuk hamil.

Ia mengatakan, "Penilaian terpisah terhadap kualitas siklus menstruasi pada diagnosis TCM, tampaknya menjadi dasar untuk keberhasilan perawatan infertilitas perempuan."

Karena itu tak tertutup kemungkinan terapi kesuburan bisa diintegrasikan antara pengobatan konvensional dengan TCM.

Meski begitu Geeta Nargund, direktur medis klinik infertilitas di London mengatakan pasien hendaknya berhati-hati dalam memilih terapi yang akan dijalani.

"Yang utama dilakukan adalah metode yang tidak invasif, bila tidak berhasil baru beralih pada obat yang lain dan pendekatan invasif," katanya.

Menanggapi hasil riset tersebut ia mengatakan seharusnya dijelaskan secara detil pendekatan alternatif TCM dalam memonitor yang terjadi pada tubuh seperti sistem hormon dan rahim sehingga bisa dideteksi apa yang membedakan.

"Herbal Cina bisa menjadi obat yang potensial tetapi herbal pun memiliki risiko efek samping sehingga pasien harus berhati-hati," katanya.

Jangan Paksa Anak Makan Sayur

Masalah balita yang sulit makan sayur memang kerap bikin pusing orangtua. Kendati demikian sebaiknya balita tidak dipaksa atau diancam-ancam agar mereka mau membuka mulutnya untuk sayuran.

Sebuah riset terbaru menunjukkan, orang tua yang kerap memarahi anak-anak mereka untuk melakukan sesuatu yang anak tidak suka seperti makan sayur, justru akan membuat anak semakin menghindari makanan tersebut.

Peneliti mengatakan, terus-menerus mendesak anak untuk menyelesaikan makanan yang mereka tidak suka adalah sesuatu yang kontra-produktif. Justru balita umumnya lebih mudah untuk makan makanan bergizi jika mereka tidak berada dalam tekanan.

Riset ini dilakukan oleh peneliti AS di Pennsylvania and Appalachian state University. Mereka menyimpulkan, "Memaksa anak untuk makan tidak akan efektif dalam mempromosikan asupan."

"Temuan ini memberikan bukti bahwa tekanan terhadap anak berkontribusi terhadap rendahnya asupan makanan dan dapat menimbulkan tanggapan negatif terhadap makanan. Justru, anak-anak lebih mungkin untuk meningkatkan asupan makanan jika mereka tidak dipaksa untuk makan," jelasnya

Sementara itu Richard Woolfson, seorang psikolog anak mengatakan, "Saya kira jawabannya adalah lakukan dorongan secara lembut bukan dengan pemaksaan," sarannya.
,

Lebah Keringat dari Jantung New York

American National History Museum mengumumkan penemuan 11 spesies lebah baru, termasuk 4 diantaranya yang ditemukan di jantung New York. Hasil penelitian itu dipublikasikan di jurnal Zootaxa, Jumat (25/11/2011).

Salah satu spesies lebah yang ditemukan disebut lebah keringat. Dinamai demikian sebab lebah itu tertarik dengan zat garam pada keringat manusia dan beberapa hewan lain.

Situs Discovery dalam artikelnya, Senin (21/11/2011) lalu, menyebutkan bahwa kumbang keringat atau Lasioglossum gotham itu ditemukan di New York Botanical Garden di Bornx dan di Brooklyn Botanical Garden.

"Penurunan jumlah lebah dan lebah madu telah menjadi perhatian. Tetapi tak banyak orang tahu bahwa spesies baru lebah masih bisa ditemukan di salah satu kota terbesar," kata John Ascher, peneliti di museum itu.

Spesies lebah keringat itu diidentifikasi lewat perbandingan spesimen fisik dan digital di salah satu museum terbesar di Amerika Serikat itu. New York sendiri diketahui sudah memiliki 250 spesies lebah.

Selain lebah keringat, spesies lain yang ditemukan adalah Lasioglossum ascheri, L. katherinae, L. rozeni dan L. georgeickworti. Kebanyakan ditemui di wilayah perkotaan.

Penemuan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga lingkungan perkotaan dan mempertahankan ruang terbuka hijau.

Ditemukan, Referensi Kedua soal Kiamat 2012

 

Para ilmuwan di Meksiko kembali menemukan prasasti Suku Maya yang memperkuat ramalan akan terjadinya kiamat pada 2012.
Para ilmuwan pernah menemukan prasasti Suku Maya di situs Tortuguero di teluk Tabasco yang sempat menggegerkan dunia karena prasasti itu berisi ramalan terjadinya kiamat pada 2012. Hari kiamat yang berdasarkan interpretasi beberapa kalangan tertera di prasasti itu terkait dengan Bolon Yokte, dewa misterius Suku Maya yang dihubungkan dengan perang dan penciptaan.
Selama ini, prasasti dari Tortuguero merupakan satu-satunya rujukan tentang kiamat 2012. Namun kini, National Institute of Antropology and History di Meksiko mengumumkan bahwa sebenarnya ada satu lagi prasasti yang diperkirakan merujuk pada kiamat 2012. Prasasti itu ditemukan beberapa tahun lalu di situs Comalcalco, sebelah barat Tabasco.
Tak seperti prasasti lainnya, Prasasti Comalcalco berbahan bata merah sehingga disebut Bata Comalcalco. Prasasti itu telah menjadi perbincangan di kalangan ilmuwan akhir-akhir ini. Ada ilmuwan yang mengatakan bahwa teks pada prasasti itu merujuk hari kiamat pada tanggal 21 Desember 2012. Namun, ada pula yang mengatakan 23 Desember 2012. Masih belum jelas.
David Stuart, pakar epigrafi Universitas Texas di Austin, mengatakan, prasasti itu memuat kalender lingkaran, kombinasi posisi hari dan bulan yang berulang tiap 52 tahun. Tanggal yang tertera di prasasti terkait dengan akhir Baktun (periode tiap 394 tahun) ke-13. Angka 13 ialah angka keramat dalam pandangan Suku Maya.
Akhir Baktun ke-13, jika interpretasinya benar, akan jatuh pada 21 Desember 2012, yang boleh jadi merupakan akhir dunia. Namun, Stuart mengatakan bahwa interpretasi itu bisa saja salah. Tanggal yang dimaksud mungkin sudah terjadi pada masa lalu, merujuk kejadian besar di era klasik.
"Tidak ada alasan bahwa itu tidak bisa merujuk tanggal di masa lalu, mendeskripsikan peristiwa di masa klasik. Di samping itu, huruf ketiga pada prasasti sepertinya merujuk pada kata kerja huli, 'Dia datang'. Tak ada penanda masa depan, yang dalam pikiran saya, berarti bahwa tanggal di Comalcalco lebih berupa sejarah daripada masa depan," jelas Stuart, Jumat (25/11/2011). 
Apakah benar akan ada kiamat pada 2012? Jawabnya, tak ada yang tahu. Tapi National Institute of Antropology and History telah lama menyatakan bahwa kiamat 2012 yang dikaitkan dengan Suku Maya adalah interpretasi yang kurang tepat. Suku Maya memandang dunia sebagai sebuah siklus, berawal dan berakhir secara berkala, bukan seperti pandangan awam bahwa dunia nantinya akan benar-benar berakhir.

Senyawa Pembunuh Virus HIV Ditemukan

Zhilei Chen, asisten profesor di A&M University di Texas yang berkolaborasi dengan Scripps Research Institute, menghasilkan penelitian besar dengan menemukan senyawa PD 404,182 yang bisa membunuh virus HIV, penyebab AIDS.
Penemuannya dipublikasikan di jurnal American Society of Microbiology bulan ini. "Ini adalah senyawa kecil bersifat virusidal, artinya punya kemampuan membunuh virus, dalam hal ini adalah HIV. Pada dasarnya, virus ini bekerja dengan membuka virus," kata Chen seperti dikutip Medical Xpress, Kamis (24/11/2011).
"Kami menemukan ketika HIV kontak dengan senyawa ini, virus itu rusak dan kehilangan material genetik. Dalam hal ini, virus 'terlarut' dan RNA-nya (material genetik HIV) terpapar. Karena RNA tak stabil, sekali terpapar akan hilang dengan cepat dan virus tak bisa menginfeksi," tambah Chen.
Hal yang lebih mengejutkan, senyawa ini bekerja langsung menyerang bagian dalam virus, bukan protein pada bagian dinding kapsulnya. Ini kabar bagus sebab dengan demikian, virus sulit untuk berevolusi mengembangkan resistensi.

Penemuan bahwa senyawa ini bisa membunuh virus HIV sebenarnya tak sengaja. Mulanya, Chen hendak menguji keefektifan PD 404,182 untuk melawan virus Hepatitis C. Tapi setelah mencobanya pada HIV, ternyata senyawa itu bekerja lebih efektif.
Dengan penemuan ini, Chen yakin bahwa senyawa tersebut bisa dikembangkan untuk upaya preventif, misalnya dalam bentuk gel vagina yang berguna mencegah infeksi HIV lewat hubungan seksual. Chen membuktikan bahwa ketika kontak dengan cairan vagina, senyawa ini akan tetap efektif.
Karena menyerang bagian dalam kapsul virus, bukan membrannya, Chen juga yakin senyawa ini aman dipakai manusia.
Mayoritas senyawa virusidal bekerja pada membran luar kapsul virus yang karakteristiknya hampir serupa dengan membran sel manusia sehingga bisa merusak.
,

Supernova Termuda Tertangkap Kamera

Astronom berhasil menangkap citra supernova termuda dan mengabadikannya dalam sebuah foto. Supernova itu ditangkap 14 hari setelah ledakan bintang di Galaxia del Remoli (M51) Juni lalu.

Universitas Valencia dan Institut Astrofisika Andalusia adalah pihak yang ikut serta dalam penelitian itu. Hasil penelitian dipublikasikan di jurnal Astronomy and Astrophysics.

Untuk menangkap citra supernova itu, astronom menggunakan teleskop NASA di Spanyol, Meksiko, Jerman, Swiss dan Finlandia. Citra dari masing-masing teleskop diproses di dengan super komputer di Belanda.

Teknik yang dipakai untuk menangkap citra supernova yang bernama SN2011dh ini disebut interferometry. Teknik itu bisa menghasilkan citra ratusan kali lebih detail dari yang diambil teleksop Hubble.

Hasil penelitian ini berhasil memecahkan rekor. "Ini adalah gambar beresolusi tinggi pertama dari ledakan supernova," kata Ivan Marti dari Institut Max Planck di bidang Radio Astronomy di Bonn, Jerman.

"Dari gambar ini, kita bisa mengetahui peningkatan kecepatan dari gelombang kejut yang menciptakan ledakan," tambah Marti seperti Science Daily, Kamis (24/11/2011).

Penemuan ini adalah hasil kerjasama astronom Eropa, Afrika dan China dalam Very Long Baseline Interferometry (VLBI). Supernova adalah salah satu fenomena paling spektakuler di semesta yang selalu menarik perhatian.

Lahirnya Betara Kala

Lahirnya Betara Kala

Sumber Cerita diambil dari : "Lontar Tatwa Kala"Pada Suatu hari ketika Betara Siwa sedang jalan-jalan dipinggir pantai, melihat Dewi Uma pakianya bagian bawah diembus angin yg kencang, Angin itu dibuat oleh Batara Baruna penguasa laut, Akibat dari angin yg kencang menyebabkan bagian sensitif kelihatan samar-samar mengundang birahi / nafsu Betara Siwa Tri Netra, lantas Batara Siwa mengeluarkan ilmu agar Dewi Uma mau melakukan patemon layak sensor, namun Dewi Uma menolak, karena prilaku yang demikian tidak sesuai dengan prilaku dewi –dewi di Kahyangan, akibat tidak dapat menahan nafsu akhirnya air mani ( kama ) meleleh menetes sampai kelaut.

Kemudian dijumpai oleh Batara Brahma & Wisnu lalu dibinanya dan dirawatnya terus dipuja dgn "JAPA MANTRA" Kemudian benih itu lahir menjadi Raksasa yg hebat dan terus menggeram – geram menanyakan siapa ayah dan siapa ibunya, kemudin oleh Batara Barahma & Wisnu diberitahu sil-silahnya, Ayahnya bernama Batara Siwa dan Ibunya Dewi Uma, dan tinggal di Siwa Loka, lalu Raksasa itu pergi ke Siwa Loka menghadap Batara Siwa dan Dewi Uma, dan meminta agar diakui sebagai putranya dan memohon Wara Nugraha, apa yang pantas dimakannya, sebelum diakui sebagai putranya dan dianugrahi Betara siwa meminta taring yg panjang itu dipotong terlebih dahulu, agar dapat melihat wajah ayah dan ibunya yg seutuhnya.

Petunjuk Batara Siwa diikuti oleh Raksasa itu, setelah taring dipotong barulah Raksasa itu dapat melihat wujud Batara Siwa dan Uma seutuhnya, sejak itulah Raksasa diberi gelar “Batara Kala” dan tidak ada kesaktian yg dapat mengalanginya dan Batara Kala diberi anugerah boleh memakan orang yg lahir di Tumpek Wayang, tujuannya anugerah itu untuk memperingati hari lahirnya Batara Kala sendiri.
Kebetulan Batara Rare Kumara adalah putra Batara Siwa hasil perkawinan dgn Dewi Uma yang sama-sama lahir di Tumpek Wayang, karena lahirnya disamai oleh adiknya sendiri, Batara Kala jadi sangat marah, sesuai dengan anugerah Batara Siwa kepadanya, Batara Kala memohon untuk memakan adiknya Batara Rare Kumara.

Tetapi Batara Siwa masih menangguhkan, karena adiknya masih kecil, kelak sudah besar baru boleh dimakan, hampir setiap hari Batara Kala memohon agar Batara Rare Kumara cepat besar untuk bisa dimakan, namun Batara Siwa pintar dipastu agar Batara Rare Kumara tetap menjadi anak-anak ( Rare ) agar tidak bisa dimakan oleh Batara Kala, tetapi tipu muslihat Batara Siwa diketahui oleh Batara Kala , kemudian Batara Kala emosi , dengan sikap yg arogansi Batara Rare Kumara dikejarnya mau dimakan, tatkala itu dilihat oleh Batara Siwa pada waktu Tumpek wayang, lantas Batara Siwa berkata: "Hai anakku jangankan adikmu orang tuamu boleh kau makan asalkan kau bisa menjawab pertanyaan orang tuamu", karena pertanyan terlalu banyak sehingga kehabisan waktu dan sudah sore, sehingga Batara Kala tidak bisa memakan adiknya, ayahnya serta ibunya karena waktu sudah lewat (sore).

Batara Kala tambah marah merasa dibohongi kemudian adiknya Rare Kumara dikejar mau dimakan, dalam pengejaran batara rare selalu dapat lolos, akhirnya Batara Rare Kumara bersembunyi dibawah gender wayang yang sedang ditabuh oleh juru gender untuk mengiringi Ki Dalang ngewayang, pada saat itu Batara Kala datang juga disana dalam keadaan tergesa-gesa serta disertai kehausan dan lapar, banten yang ada di tempat ngewayang dimakan oleh Batara Kala, dilihat oleh Ki Dalang, terjadilah dialog dgn dalang disuruh ganti rugi namun Batara Kala menolak, biar tidak terjadi openi berkepanjangan, yg mana bisa meruncing masalah maka Batara Kala memberi anugerah kepada Ki Dalang untuk melakukan, melaksanakan pengelukatan Wayang Sapu Leger bagi anak yg lahir di Tumpek Wayang.

Oleh karena itu jika Putra / Putri yg lahir di Tumpek Wayang wenang mebasuh /melukat dgn tirta Wayang Sapu leger jika tidak dibayuh atau ditebus anaknya nanti ambeknya gede. katanya.

Caru

Oleh : Dra.Made Sri Arwati
Dalam Upada Sastra


Pengertian Caru :Caru, adalah nama jenis upakara, banten atau sesajen yang dipergunakan dalam upacara bhuta yadnya , caru ini mempunyai tingkatan lebih tinggi dari yadnya sesa atau segehan . Kata Caru berarti Enak, Manis, Sangat menarik, bila dihayati secara mendalam dari pengertian kata Enak, Manis, Sangat menarik itu, terkandung kata harmonis, serasi atau seimbang yang dalam bahasa Bali disebut “pangus atau adung”sehingga kemudian dapat disimpulkan bahwa caru atau bhuta yadnya itu adalah yadnya dari manusia untuk mewujudkan keharmonisan di alam semesta, yaitu antara bhuwana alit dengan bhuana agung.

Bhuta Yadnya adalah salah satu bagian dari Panca Yadnya, Bhuta adalah kata sansekerta yang berasal dari kata “Bhu” artinya menjadi, ada, makhluk atau wujud. Kata bhuta merupakan bentuk pasif participle dari kata “bhu” yang berarti telah diwujudkan, demikian selanjutnya dari kata “bhu” lalu menjadi “bhuwana” atau “bhumi” yang berarti alam atau jagat maka dari pengertian ini bhuta berarti unsur-unsur yang menjadikan alam semesta ini, yang terdiri dari unsur-unsur panca maha bhuta; pratiwi, apah, teja, wahyu dan akasa, semula unsur-unsur ini menurut ajaran filsafat Hindu Samkhya , berasal dari Prakerti yang merupakan sebab atau sumber utama semua obyek pisik termasuk pikiran , benda-benda dan kehidupan.

Kata bhuta juga berarti gelap atau kegelapan, yaitu gelap hati karena tidak melihat akibat salah satu unsure panca indra dalam tubuh tidak berpungsi. Secara filosofis, bhuta adalah sesuatu kekuatan negatif yang timbul dari adanya ketidak harmonisan antara unsur-unsur panca maha bhuta, ketidak harmonisan ini menimbulkan kekeruhan suasana, baik itu terjadi di bhuwana agung (alam semesta) maupun di bhuwana alit (tubuh manusia), apabila unsure-unsur panca maha bhuta itu harmonis akan menimbulkan kekuatan positif. Sebaliknya apabila tidak harmonis menimbulkan kekuatan negative yang mengganggu ketentraman hidup manusia, dan oleh manusia dipersonifikasikan sebagai makhluk halus yang mengerikan, untuk menetralisir perlu keharmonisan itu dijaga dengan mengadakan kurban suci berupa bhuta yadnya .

Secara paedagogis (pendidikan), bhuta yadnya bermakna mendidik para umat Hindu untuk tetap cinta terhadap alam, baik itu bhuwana agung maupun bhuwana alit, karena pada hakikatnya semua itu merupakan ciptaan Hyang Widhi Wasa, melalui bhuta yadnya memberikan tuntunan agar umat Hindu senantiasa berorientasi kepada alam, agar dapat mengambil sesuatu manfaatnya, karena alam merupakan sumber kehidupan manusia , yaitu manusia hidup di alam dan dari alam

Alam merupakan subyek dan obyek bagi kelangsungan hidup manusia, maka alam patut dijaga dan dipelihara keharmonisannya secara lahir dan batin dengan beryadnya melalui suatu upacara, yang bermakna sebagai perwujudan dan pencetusan rasa terima kasihnya manusia sebagai makhluk ciptaan Hyang Widhi Wasa, yang berkewajiban untuk mengatur dan memelihara kelestarian ala mini agar tetap lestari sepanjang masa.

Kehidupan dan manusia tak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya, karena merupakan saling ketergantungan. Seperti dinyatakan dalam Pustaka Suci Bhagawadgita III tentang pentingnya yadnya pada sloka 10 (sepuluh) yang artinya sebagai berikut ; Pada zaman dahulu kala Prajapati menciptakan manusia dengan yadnya dan bersabda “ Dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu “

Menghayati dan menyimak arti sloka tersebut diatas, maka manusia sebagai makhluk ciptaan Hyang Widhi Wasa yang paling tinggi tingkatannya dan utama keberadaannya, sudah sepatutnya melatih diri dalam hidup bersama dan saling ketergantungan di bhuwana agung ini untuk bersama sama berusaha mewujudkan keharmonisan atau saling bantu membantu antara yang meminta dengan yang memberi, dan oleh manusia dipersembahkan dengan banten caru yang juga lazim disebut dengan kata tawur artinya bayar kembali.

Sarana tawur adalah terdiri atas apa yang disukai atau di cintai, agar dapat terwujud secara harmonis atau seimbang, sesuai dengan tuntunan pustaka suci Bhagawad Gita III sloka 11 (sebelas) artinya sebagai berikut; “Dengan ini kamu memelihara para dewa dan dengan ini pula para dewa memelihara dirimu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi ".

Bila disimak secara mendalam uraian – uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian dari caru atau tawur itu sebagai berikut :
  1. Berpangkal dari penciptaan dunia dengan segala isinya yang ada di muka bumi ini oleh Hyang Whidi Wasa dengan yadnya, kemudian dinikmati oleh manusia untuk sarana kehidupannya , maka manusia patut merasa berhutang budi kehadapan Hyang Whidi Wasa, dan hal itu patut dibayar pula melalui yadnya.
  2. Yadnya merupakan tuntunan kepada manusia untuk mengendalikan hawa nafsu melalui ikhlas berkorban dalam menciptakan terjadinya keseimbangan di antara dua kekuatan (rwabhineda) antara positif dan negativ melalui caru atau tawur.
  3. Kedua kekuatan itu akan menguji kemampuan manusia dalam kehidupannya , maka sebagai manusia atau makhluk yang paling utama dan sempurna keadaannya serta berperan sebagai subyek dan obyek di bumi ini, patut selalu memelihara dan menjaga keharmonisan alam itu secara lahir dan batin.
Mitologi Caru
Seperti telah diungkap oleh beberapa pustaka suci yang merupakan warisan budaya leluhur dalam beberapa rontal antara lain “ Purwa Bumi Kamulan “, menceritakan tentang penciptaan alam semesta oleh Hyang widhi Wasa itu , berpangkal dari dua hal yang pokok , yaitu benda dan energi (kekuatan) dilukiskan dalam bentuk Bhatari Uma (Durgha) dalam lambang Pradana dan Panca Korsika, yaitu lima bersaudara yang terdiri atas Korsika, Garga, Metri, Kurusya dan Pretenjala sebagai lambang Purusha yang merupakan sumber dari kehidupan dan energi itu.
Diantara keenam ciptaan Hyang Widhi Wasa itu, Bhatari Uma dan Pretenjala (Siwa) yang merupakan sumber penciptaan isi alam semesta ini , ciptaan-ciptaannya itu ada yang baik dan ada yang buruk disebut rwabhineda , yaitu dua yang berbeda , yang baik bersifat ke alam dewataan (dewa-dewa) dan yang buruk bersifat bhuta kala .

Setelah yang baik-baik diciptakan , maka kemudian Bhatari Uma berubah rupa menjadi Bhatari Durgha dan Bhatara Siwa juga berubah rupa menjadi Bhatara Kala, lalu bersama-sama menciptakan segala jenis bhuta kala dengan segala penyakit serta godaan-godaan yang ditimbulkan, sehingga di alam semesta ini terjadilah ketidak harmonisan, yang paling dahulu mengganggu ketentraman hidup manusia sebagai ciptaan Hyang Widhi Wasa yang paling sempurna dan utama itu, agar berusaha mengatasi godaan bhuta kala itu dengan menyelamatkan semuanya, karena manusia tak akan mampu untuk hidup sendiri.
Mengenai kekuatan-kekuatan bhuta kala ini , kalau dikonkritkan dapat dilihat dalam kehidupan yang nyata berupa gempa bumi, banjir, angin topan, halilintar dan lain sejenisnya, yang kalau diselusuri dengan baik semua itu terjadi akibat dari keserakahan dan kelalaian ulah perbuatan manusia itu sendiri, yang ingin mengambil dan menikmati seluruh isi alam ini dengan seenaknya saja, tanpa memperhitungkan dan mempertimbangkan untuk penjagaan dan pemeliharaan keseimbangan atau keharmonisan itu.

Selain dari sumber rontal tersebut diatas, juga ada yang menguraikan tentang penciptaan alam semesta beserta isinya oleh dua kekuatan seperti terurai di depan yang termuat pada pustaka rontal “Purwa Bumi Tua” dan “Purwa Bhumi”, yang pada dasarnya tidak berbeda dari filsafat (tattwa) Samkhya dan Wedanta, hanya saja di dalam rontal-rontal tentang penggambaran dari kekuatan-kekuatan itu dilukiskan dalam wujud sebagai manusia atau makhluk, yang dipakai oleh penterjemah atau pengawi agar lebih mudah dapat dipahami oleh manusia untuk mempedomi , menghayati dan mengamalkannya.

Diawali dari terjadinya kekacauan alam semesta di bumi ini yang mengganggu ketentraman hidup yang lainnya akibat dari godaan-godaan bhuta kala itu, Hyang Widhi Wasa juga telah menurunkan Hyang Tri Murti, yaitu Korsika sebagai Dewa Iswara, Gargha sebagai Dewa Brahma dan Kurusya sebagai Dewa Wisnu untuk membantu manusia agar bisa selamat dari godaan-godaan para bhuta kala itu, Bhatara Iswara menuntun dan mengajarkan manusia membuat sesajen-sesajen untuk “penyucian”(menetralisir) pengaruh-pengaruh bhuta kala, sehingga mulailah timbul banten “Caru”.

Hyang Tri Murti beliau berubah rupa menjadi Pendeta yang mengajarkan dan mengantarkan permohonan manusia untuk melaksanakan upacara-upacara keagamaan menuju pada keharmonisan antara lahir dan batin, dalam pengamalannya beliau bersama-sama dengan manusia menyucikan alam semesta ini dari gangguan Bhatari Durgha dan Bhatara Kala serta para bhuta kala yang lainnya , melalui penyelenggaraan upacara bhuta yadnya.

Bhatara Kala dalam rontal “Purwaka Bhumi” dilukiskan sebagai Yamaraja merupakan lukisan dari kekuatan Bhatara Siwa sendiri sebagai sumber kekuatan alam semesta dengan rupa sangat menakutkan, dengan demikian Bhatara Siwa sama dengan Bhatara Kala dan sama dengan Yamadiraja didalam banten caru, Bhatari Durgha dilambangkan dengan “babangkit” dan gaya utuhnya, oleh sebab itu maka banten caru itu ditujukan kepada Bhatara Kala dan Bhatari Durgha sebagai simbolis dari kekuatan alam semesta ini.
Upacara merupakan suatu rangkaian kegiatan manusia untuk berhubungan atau mendekatkan dirinya dengan Hyang Widhi Wasa, karena Hyang Widhi Wasa diyakini adalah merupakan asal dan tujuan akhir dari pada kehidupan manusia, upacara adalah bentuk riil dari pelaksanaan-pelaksanaan agama yang berupa aktivitas-aktivitas, dan semua agama di dunia ini mempunyai upacara-upacara, karena upacara sebagai bukti bahwa agama yang dianutnya itu adalah hidup dan dianut oleh umatnya sebagai perwujudan rasa bakti dari karunia atau suweca-Nya Hyang Widhi Wasa terhadap umat pendukungnya.
Asal Caru
Banten Caru atau Tawur dalam upacara bhuta yadnya ditujukan ke hadapan Bhatari Durgha dan Bhatara Kala (Siwa), dalam ajaran agama Hindu, Dewa Siwa dikenal sebagai pusat atau sumber kekuatan dewa-dewa, perpaduan antara Bhatari Durgha dengan Bhatara Kala dalam kehidupan ini, dapat diibaratkan sebagai alam semesta dengan kekuatan – kekuatan alam dalam bhuwana agung, atau tubuh dengan jiwa dalam makhluk hidup (manusia atau bhuwana alit), oleh sebab itu, maka hanya Bhatara Kala sajalah yang bisa mengatur kekuatan-kekuatan beliau sendiri agar saktinya (Bhatari Durgha) itu tidak membahayakan manusia .

Secara ilmiah, benda-benda di dunia ini tidak akan membahayakan atau menguntungkan bagi manusia sebelum benda itu mempunyai kekuatan, kekuatan-kekuatan inilah kemudian yang dilukiskan dalam wujud Bhatara Kala (Siwa) sehingga manusia menjadi tergoda pikirannya untuk berbuat lebih banyak meminta dan memakai dan sedikit memberikan kepada alam sekitarnya sehingga timbulah ketidak harmonisan itu.
Agar kekuatan suatu benda dapat harmonis , maka perlu diatur kekuatan yang berlebihan yang terdapat pada suatu benda hendaknya dikurangi dan pada kekuatan yang kurang patut ditambahi, melalui upacara yadnya (kurban suci) yang diwujudkan dengan banten caru (tawur), pada waktu Bhatari Durgha menciptakan bhuta kala bertempat di perempatan jalan (catus pata).

Dalam banten caru yang memegang peranan penting adalah simbol dan warna , sebab itu dalam segala jenis dan kurban caru diusahakan memenuhi lima warna sesuai dengan warna pengider-ideran bhuwana, putih =timur, barak /merah = selatan, kuning = barat, hitam / selem = utara dan brumbun = tengah, selain jenis warna, yang diutamakan juga dalam banten caru sangat tergantung pada jenis kurban yang dipakai, bila dihayati secara mendalam dalam meneliti banten caru itu, rupanya mengambil sumber dari Itihasa Mahabharata antara lain :

Ceritra Sudamala, dalam ceritra ini dilukiskan bahwa Sahadewa puteranya Dewi Kunti dipersembahkan ke hadapan Dewi Durgha untuk dijadikan kurban penyupatan (penyucian) Panca Korsika, begitupula dengan ceritra “gugurnya Duryadana ,, saat Duryadana berada dalam keadaan luka-luka hingga tak dapat berjalan, akibat pahanya yang patah dipukul oleh Bima , Bhagawan Krepa dan Aswatama sangat kasihan melihat Duryadana dalam keadaan seperti itu , dan baru akan bisa gugur jika sudah mendapatkan kurban berupa lima buah kepala dari Panca Kumara, yaitu lima orang anak dari Panca Pandawa .Itulah sebabnya kemudian Sang Aswatama berusaha mencarikan lima kepala Panca Kumara dengan membunuhnya saat sedang tidur dan kebetulan sedang ditinggalkan pergi oleh orang tuanya Sang Panca Pandawa.

Bila dihayati secara mendalam, rupanya ceritra gugurnya Duryadana ini merupakan asal dari Caru Pancasata, sebab itu dipakai lima orang putera-putera Panca Pandawa , bila disimak secara mendalam dari penghayatan itu, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang sepatutnya menjadi kurban itu adalah anaknya manusia, tetapi karena caru itu kemudian dikorbankan oleh manusia , rupanya kurban caru itu bisa diganti dengan binatang .

Jadi dalam sarana upakara / banten caru itu korbannya diganti dengan binatang , dan untuk membuktikan bahwa semestinya kurban caru itu adalah manusia, dengan dipergunakannya sarana "sengkwi wong-wongan", yaitu berupa anyam-anyaman dari daun kelapa sebagai gambaran dari kerangka manusia yang dipergunakan sebagai alas / dasar banten pada binatang kurban yang dipakai caru, binatang yang dijadikan kurban tidak boleh sembarangan, adalah binatang-binatang piaraan, yang sudah menjadi anggota keluarga dari manusia dalam hidupnya, sehingga sudah dihinggapi dengan rasa kasih sayangnya, kurban ini selain berdasarkan kasih sayang, juga sebagai tanda bukti kesungguhan hati manusia untuk berkorban atau beryadnya dan pada umumnya yang dipakai adalah yang masih tergolong muda (sedang disayangi oleh pemiliknya serta belum ternoda).

Arti dan Fungsi Sarana Upakara

Berikut ini adalah tulisan tentang rangkuman pada buku arti dan fungsi sarana upakara.

Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan Karma dan Jnyana. Bhakti, Karma dan Jnyana Marga dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan ikhlas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Untuk melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab agama disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya. Puncak dari Karma dan Jnyana adalah Bhakti atau penyeraha diri. Segala kerja yang kita lakukan pada akhirnya kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan cara seperti itulah Karma dan Jnyana Marga akan mempunyai nilai yang tinggi.

Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul - simbul itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rokhaninya belum begitu maju, dapat menggunakan cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi mereka yang telah maju dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para Bhakti”.

Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari benda-benda tertentu. Sarana-sarana tersebut merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci. Menurut Bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan : sarana pokok yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan antara lain:
- Pattram = daun-daunan,
- Puspam = bunga-bungaan,
- Phalam = buah-buahan,
- Toyam = air suci atau tirtha.
Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula Api yang berwujud “dipa dan dhÅ­pa” merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur tersebut dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telah berwujud tertentu dengan fungsi tertentu pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat upakara adalah sama, namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbeda-beda dalam fungsi yang berbeda-beda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.



Arti dan Fungsi Bunga

Arti bunga dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sebagai ”... sekare pinako katulusan pikayunan suci”. Artinya, bunga itu sebagai lambang ketulusikhlasan pikiran yang suci. Bunga sebagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan oleh Umat Hindu bukan dilakukan tanpa dasar kita suci.

Untuk fungsi bunga yang penting yaitu ada dua dalam upacara. Berfungsi sebagai simbul, Bunga diletakkan tersembul pada puncak cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah. Setelah selesai menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di atas kepala atau disumpangkan di telinga. Dan fungsi lainnya yaitu bunga sebagai sarana persembahan, maka bunga itu dipakai untuk mengisi upakara atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa ataupun roh suci leluhur.

Dari Bunga, buah dan daun di Bali dibuat suatu bentuk sarana persembahyangan seperti : canang, kewangen, bhasma dan bija. Canang, kewangen, bhasma dan bija ini adalah sarana persembahyangan yang berasal dari unsur bunga, daun, buah dan air. Semua sarana persembahyangan tersebut memiliki arti dan makna yang dalam dan merupakan perwujudan dari Tatwa Agama Hindu.

Adapun arti dari masing-masing sarana tersebut antara lain yaitu :


1. Canang

Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur - unsur pokok daripada canang tersebut adalah:

a. Porosan terdiri dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih.
Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.
c. Bunga lambang keikhlasan
d. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
e. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.

2. Kewangen

Kewangen berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata “Wangi” artinya harum. Kata wangi mendapat awalan “ka” dan akhiran “an” sehingga menjadi “kewangian”, lalu disandikan menjadi Kewangen, yang artinya keharuman. Dari arti kata kewangen ini sudah ada gambaran bagi kita tentang fungsi kewangen untuk mengharumkan nama Tuhan.

Arti dan makna unsur yang membentuk kewangen tersebut adalah Kewangen lambang ”Omkara”. Kewangen disamping sebagai sarana pokok dalam persembahyangan, juga dipergunakan dalam berbagai upacara Pancayadnya. Kewangen sebagai salah satu sarana penting untuk melengkapi banten pedagingan untuk mendasari suatu bangunan.

Demikian pula dalam upacara Pitra Yadnya, ketika dilangsungkan upacara memandikan mayat, kewangen diletakkan di setiap persendian orang meninggal yang jumlahnya sampai 22 buah kewangen, dimana fungsi kewangen disini adalah sebagai lambang Pancadatu (lambang unsur-unsur alam) sendang fungsi Kawangen dalam upacara memandikan mayat sebagai pengurip-urip.

3. Bunga sebagai Lambang, antara lain
a. Bunga lambang restu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa
b. Bunga lambang jiwa dan alam pikiran.
c. Bunga yang baik untuk sarana keagamaan.



Arti dan Fungsi Api Dhupa dan Dipa

Dalam persembahyangan Api itu diwujudkan dengan : Dhupa dan Dipa. Dhupa adalah sejenis harum-haruman yang dibbakar sehingga berasap dan berbau harum. Dhupa dengan nyala apinya lambang Dewa Agni yang berfungsi :

1. Sebagai pendeta pemimpin upacara
2. Sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja
3. Sebagai pembasmi segala kotoran dan pengusir roh jahat
4. Sebagai saksi upacara dalam kehidupan.

Kalau kita hubungkan antara sumber-sumber kitab suci tentang penggunaan api sebagai sarana persembahyangan dan sarana upacara keagamaan lainnya, memang benar, sudah searah meskipun dalam bentuk yang berbeda. Disinilah letak keluwesan ajaran Hindu yang tidak kaku itu, pada bentuk penampilannya tetapi yang diutamakan dalam agama Hindu adalah masalah isi dalam bentuk arah, azas harus tetap konsisten dengan isi kitab suci Weda. Karena itu merubah bentuk penampilan agama sesuai dengan pertumbuhan zaman tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia harus mematuhi ketentuan-ketentuan sastra dresta dan loka drsta atau : desa, kala, patra dan guna.



Arti dan Fungsi Tirtha

Air merupakan sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam persembahyangan yaitu : Air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci yang disebut Tirtha. Tirtha inipun ada dua macamnya yaitu: tirtha yang di dapat dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Bhatara-bhatari dan Tirtha dibuat oleh pendeta dengan puja.
Tirtha berfungsi untuk membersihkan diri dari kekotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun pemakaiannya adalah dipercikkan di kepala, diminum dan diusapkan pada muka, simbolis pembersihan bayu, sabda, dan idep. Selain sarana itu, biasanya dilengkapi juga dengan bija, dan bhasma yang disebut gandhaksta.

Tirtha bukanlah air biasa, tirtha adalah benda materi yang sakral dan mampu menumbuhkan persanaan, pikiran yang suci. Untuk asal usul kata Tirtha sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekertha.

Macam - macam Tirtha untuk melakukan persembahyangan ada dua jenis yaitu tirtha pembersihan dan tirtha wangsuhpada. Arti dan makna tirtha ditinjau dari segi penggunaannya dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Tirtha berfungsi sebagai lambang penyucian dan pembersihan
b. Tirtha berfungsi sebagai pengurip / penciptaan.
c. Tirtha berfungsi sebagai pemeliharaan

Dalam Rg Weda I, bagian kedua sukta 5, mantra 2 dan 5 dijelaskan Dewa Indra sebagai pemberi air soma yang merupakan air suci. Mantra adalah Weda, sehingga kitab Catur Weda disebut kitab Mantra, karena tersusun dalam bentuk syair-syair pujaan. Mantra itu banyak macam dan ragamnya, ada mantra yang hanya terdiri dari dua, tida atau lima suku kata seperti: Om Ang Ah, Ang Ung Mang, Sang Bang Tang Ang Ing dan sebagainya. Mantra juga disebut ”Bija Mantra”. Suku kata yang demikian itu dianggap mengandung sakti, disebut ”Wijaksara”.

Mantra yang digunakan sebagai pengantar upacara disebut : Brahma. Nama ini kemudian digunakan untuk menyebutkan, Ia yang maha kuasa. Mantra yang ditujukan kepada Tuhan dalam salah satu manifestasinya disebut ”Stawa” misalnya ”Siwastawa, Barunastawa, Wisnustawa, Durghastawa, dan sebagainya.

Mantra pada umumnya memakai lagu dan irama, sehingga mantra juga disebut ”Stotra”. Dalam sekian banyak mantra, contoh dua buah mantra yaitu mantra ”Puja Trisandhya” dan mantra ”Apsudewastawa” dapat diambil kesimpulan bahwa mantra adalah sebagai sarana persembahyangan yang berwujud bukan benda (non material) yang harus diucapkan dengan penuh keyakinan. Tanpa keyakinan semua sarana persembahyangan itu akan sia-sia, untuk dapat menghubungkan diri dengan yang dipuja.

Mantram Gayatri

Oleh : Drs K.M.Suhardana
Pedoman Sembahyang Umat Hindu

Dalam kaitan dengan Mantram Trisandhya adalah apa yang dinamakan Mantram Gayatri, salah satu bait dari keenam Mantram Trisandhya yang sangat disucikan oleh umat Hindu, yang merupakan Induk dari semua Mantram Weda yang sangat penting artinya bagi umat Hindu, karena dapat memberikan perlindungan, keselamatan, kegembiraan dan kebahagiaan. Bahkan berdasarkan penelitian ilmiah di India dan Amerika diketahui bahwa orang yang tekun mengucapkan Mantram Gayatri, menyebabkan butir-butir darah putih dan darah merahnya menjadi semakin segar dan bertambah jumlahnya, sehingga orang tersebut nampak semakin sehat, Mantram Gayatri dapat dipergunakan sebagai “ Japa “ untuk dibaca sebagai doa atau diulang-ulang berkali-kali secara khusuk dengan maksud untuk memohon sesuatu kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

Mantram Gayatri sebagai Doa Universal

Mantram Gayatri dinyatakan juga sebagai induk dari semua Mantram Weda , juga dinyatakan sebagai doa universal yang tercantum dan diabadikan dalam Kitab Suci Weda , baik Kitab Reg Weda , Yajur Weda maupun Sama Weda , yang dapat dipergunakan untuk memohon kejernihan akal budhi agar tercipta kebenaran tanpa penyimpangan. Mantram Gayatri dianggap sebagai intisari dari seluruh Ajaran Weda, karena itu ada orang yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang tidak perlu mengucapkan Mantram apapun selain Gayatri Mantram
Sebagai Ibu Weda atau induk dari semua Mantram Weda, Gayatri mempunyai 3 (tiga) nama yaitu Gayatri, Savitri dan Saraswati dan ketiganya ada dalam diri setiap manusia, Gayatri berarti penguasa Indra, Savitri penguasa daya hidup atau prana dan kebenaran serta Saraswati berarti kemampuan untuk berbicara dengan baik, sehingga Mantram Gayatri meresapi segala sesuatu diseluruh alam semesta.
Mantram Gayatri terdiri dari 3 (tiga) bagian berupa pujian, meditasi dan doa :
  • Om Bhur Bhuvah Svah Tat Savitur Varenyam, merupakan pujian dengan menunjukan sifat-sifat keagungan Tuhan.
  • Dhimahi, berkaitan dengan meditasi ( perenungan dengan khidmat )
  • Dhiyo Yo Nah Pracodayat, adalah doa agar diberikan kekuatan dan kemampuan ( meningkatkan akal budhi / kebijakan / kecerdasan ).
Mantram Gayatri dikatakan juga oleh para akhli mengandung 4 (empat) kebenaran yang tertera dalam Weda;
  • Kesadaran sejati adalah Brahman ( Pranjnanam Brahma )
  • Aku adalah Brahman ( Aham Brahma Asmi )
  • Engkau adalah itu ( Tat Tvam Asi )
  • Diri sejati ini adalah Brahman ( Ayam Atma Brahma )
Para Akhli Agama juga menjelaskan bahwa Mantram Gayatri diciptakan sebagai mata ketiga ( Cakra Ajna ) untuk dapat mengungkapkan pandangan batin kita, kita menyadari adanya Brahman. Gayatri dinyatakan sebagai Anna Purna atau sebagai Tuhan Ibu Jagat Raya yang menjiwai semua kehidupan dan dapat dilukiskan dengan 5 ( lima ) wajah ;
  1. Om, adalah wajah yang pertama ( sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa )
  2. Bhur Bhuvah Svaha, adalah wajah yang kedua ( sebagai Penguasa alam fisik , alam astral dan alam surga )
  3. Tat Savitur Varenyam, adalah wajah yang ketiga ( sebagai Sumber segalanya yang patut disembah )
  4. Bhargo Dewvasya Dhimahi, adalah wajah yang keempat ( sebagai Pemeberi berkat dan berkah )
  5. Dhiyo Yo Nah Pracodayat, adalah wajah yang kelima ( sebagai Pemberi penerangan akal budhi )
Manfaat Mantram Gayatri
Para akhli Agama menyatakan bahwa pelantunan Mantram Gayatri secara berulang-ulang akan dapat mengembangkan kemampuan akal budhi seseorang. Mantran Gayatri jika diucapkan dengan penuh keyakinan, mempunyai kekuatan dan vibrasi yang sangat ampuh dan dapat melindungi orang yang mengucapkan, seperti halnya Rsi Visvamitra mampu mempergunakan berbagai senjata langka sesuai kehendaknya , menurut beberapa buku Agama Hindu, Mantram Gayatri yang sangat ampuh ini ditemukan oleh Rsi Visvamitra.
Dinyatakan pula bahwa jika diucapkan secara teratur dengan penuh keyakinan , kesadaran dan kasih sayang terhadap Tuhan, Mantram Gayatri akan memberi faedah ; dapat membebaskan diri dari segala penyakit, mencegah segala kesengsaraan dan kesulitan dan mengabulkan semua permohonan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Mantram Gayatri dinyatakan dapat melindungi kita dalam kegiatan-kegiatan seperti ; Dalam perjalan dengan Bus atau Mobil , Kereta Api , Pesawat terbang atau dimana saja kita berada .

Kapan dan Bagaimana Mantram Gayatri sebaiknya diucapkan
Mantram Gayatri sebaiknya diucapkan pada waktu subuh , tengah hari dan senja hari saat “Sandhya Kalam” yaitu pertemuan antara waktu malam dan pagi , pagi dan sore , serta sore dan malam hari, waktu mana sangat berguna untuk latihan rohani , meskipun demikian waktu-waktu tersebut sebenarnya tidak mengikat dan karena itu dapat diucapkan kapan saja dan dimana saja.
Mantram Gayatri baik juga diucapkan pada waktu mandi, sambil membersihkan badan kita sekaligus juga dapat membersihkan pikiran dan akal budhi kita, disamping itu disarankan untuk mengucapkan Mantram Gayatri pada waktu-waktu ; sebelum makan, pada waktu bangun tidur dan pada waktu akan tidur. Mantram Gayatri itu merupakan harta yang sangat berharga, karena itu harus dijaga dan dilantunkan secara benar dan tepat, seseorang boleh mengesampingkan mantram-mantram lainnya, tetapi jangan sampai menghentikan Mantram Gayatri.
Mantram Gayatri hendaknya diucapkan sesering mungkin, sebaiknya diucapkan 108 kali ( satu japa mala ) setiap pagi, untuk latihan rohani adalah baik untuk mengucapkan tiga atau lima japa mala setiap pagi dan sore hari. Menurut Swami Sivananda Saraswati , Mantram Gayatri harus diucapkan sekurang-kurangnya satu japa mala ( 108 kali ) tanpa henti setiap hari .

Sikap Badan dalam mengucapkan Mantram Gayatri
Dalam menyampaikan Mantram Gayatri, sikap badan kita hendaknya diatur sebagai berikut :
  1. Duduklah dengan tenang ( Padmasana , Bajrasana ) menghadap ke timur atau ke utara atau dalam sikap apa saja yang cocok bagi seseorang .
  2. Hindarkan gerakan yang tidak perlu dan bersikaplah seperti akan melaksanakan , Meditasi .
  3. Punggung , leher dan kepala agar tegak lurus ( jangan menunduk )
  4. Jangan merasa takut dan duduklah dengan tekad untuk menyadari kebenaran sejati .

Arti dan Fungsi Sarana Upakara

Berikut ini adalah tulisan tentang rangkuman pada buku arti dan fungsi sarana upakara.

Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan Karma dan Jnyana. Bhakti, Karma dan Jnyana Marga dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan ikhlas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun dilakukan dengan penuh keikhlasan.


Untuk melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab agama disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya. Puncak dari Karma dan Jnyana adalah Bhakti atau penyeraha diri. Segala kerja yang kita lakukan pada akhirnya kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan cara seperti itulah Karma dan Jnyana Marga akan mempunyai nilai yang tinggi.


Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul - simbul itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rokhaninya belum begitu maju, dapat menggunakan cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi mereka yang telah maju dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para Bhakti”.


Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari benda-benda tertentu. Sarana-sarana tersebut merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci. Menurut Bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan : sarana pokok yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan antara lain:
- Pattram = daun-daunan,
- Puspam = bunga-bungaan,
- Phalam = buah-buahan,
- Toyam = air suci atau tirtha.
Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula Api yang berwujud “dipa dan dhÅ­pa” merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur tersebut dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telah berwujud tertentu dengan fungsi tertentu pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat upakara adalah sama, namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbeda-beda dalam fungsi yang berbeda-beda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.



Arti dan Fungsi Bunga

Arti bunga dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sebagai ”... sekare pinako katulusan pikayunan suci”. Artinya, bunga itu sebagai lambang ketulusikhlasan pikiran yang suci. Bunga sebagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan oleh Umat Hindu bukan dilakukan tanpa dasar kita suci.

Untuk fungsi bunga yang penting yaitu ada dua dalam upacara. Berfungsi sebagai simbul, Bunga diletakkan tersembul pada puncak cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah. Setelah selesai menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di atas kepala atau disumpangkan di telinga. Dan fungsi lainnya yaitu bunga sebagai sarana persembahan, maka bunga itu dipakai untuk mengisi upakara atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa ataupun roh suci leluhur.

Dari Bunga, buah dan daun di Bali dibuat suatu bentuk sarana persembahyangan seperti : canang, kewangen, bhasma dan bija. Canang, kewangen, bhasma dan bija ini adalah sarana persembahyangan yang berasal dari unsur bunga, daun, buah dan air. Semua sarana persembahyangan tersebut memiliki arti dan makna yang dalam dan merupakan perwujudan dari Tatwa Agama Hindu.

Adapun arti dari masing-masing sarana tersebut antara lain yaitu :


1. Canang

Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur - unsur pokok daripada canang tersebut adalah:

a. Porosan terdiri dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih.
Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.
c. Bunga lambang keikhlasan
d. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
e. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.

2. Kewangen

Kewangen berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata “Wangi” artinya harum. Kata wangi mendapat awalan “ka” dan akhiran “an” sehingga menjadi “kewangian”, lalu disandikan menjadi Kewangen, yang artinya keharuman. Dari arti kata kewangen ini sudah ada gambaran bagi kita tentang fungsi kewangen untuk mengharumkan nama Tuhan.

Arti dan makna unsur yang membentuk kewangen tersebut adalah Kewangen lambang ”Omkara”. Kewangen disamping sebagai sarana pokok dalam persembahyangan, juga dipergunakan dalam berbagai upacara Pancayadnya. Kewangen sebagai salah satu sarana penting untuk melengkapi banten pedagingan untuk mendasari suatu bangunan.

Demikian pula dalam upacara Pitra Yadnya, ketika dilangsungkan upacara memandikan mayat, kewangen diletakkan di setiap persendian orang meninggal yang jumlahnya sampai 22 buah kewangen, dimana fungsi kewangen disini adalah sebagai lambang Pancadatu (lambang unsur-unsur alam) sendang fungsi Kawangen dalam upacara memandikan mayat sebagai pengurip-urip.

3. Bunga sebagai Lambang, antara lain
a. Bunga lambang restu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa
b. Bunga lambang jiwa dan alam pikiran.
c. Bunga yang baik untuk sarana keagamaan.



Arti dan Fungsi Api Dhupa dan Dipa

Dalam persembahyangan Api itu diwujudkan dengan : Dhupa dan Dipa. Dhupa adalah sejenis harum-haruman yang dibbakar sehingga berasap dan berbau harum. Dhupa dengan nyala apinya lambang Dewa Agni yang berfungsi :

1. Sebagai pendeta pemimpin upacara
2. Sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja
3. Sebagai pembasmi segala kotoran dan pengusir roh jahat
4. Sebagai saksi upacara dalam kehidupan.

Kalau kita hubungkan antara sumber-sumber kitab suci tentang penggunaan api sebagai sarana persembahyangan dan sarana upacara keagamaan lainnya, memang benar, sudah searah meskipun dalam bentuk yang berbeda. Disinilah letak keluwesan ajaran Hindu yang tidak kaku itu, pada bentuk penampilannya tetapi yang diutamakan dalam agama Hindu adalah masalah isi dalam bentuk arah, azas harus tetap konsisten dengan isi kitab suci Weda. Karena itu merubah bentuk penampilan agama sesuai dengan pertumbuhan zaman tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia harus mematuhi ketentuan-ketentuan sastra dresta dan loka drsta atau : desa, kala, patra dan guna.



Arti dan Fungsi Tirtha

Air merupakan sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam persembahyangan yaitu : Air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci yang disebut Tirtha. Tirtha inipun ada dua macamnya yaitu: tirtha yang di dapat dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Bhatara-bhatari dan Tirtha dibuat oleh pendeta dengan puja.
Tirtha berfungsi untuk membersihkan diri dari kekotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun pemakaiannya adalah dipercikkan di kepala, diminum dan diusapkan pada muka, simbolis pembersihan bayu, sabda, dan idep. Selain sarana itu, biasanya dilengkapi juga dengan bija, dan bhasma yang disebut gandhaksta.

Tirtha bukanlah air biasa, tirtha adalah benda materi yang sakral dan mampu menumbuhkan persanaan, pikiran yang suci. Untuk asal usul kata Tirtha sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekertha.

Macam - macam Tirtha untuk melakukan persembahyangan ada dua jenis yaitu tirtha pembersihan dan tirtha wangsuhpada. Arti dan makna tirtha ditinjau dari segi penggunaannya dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Tirtha berfungsi sebagai lambang penyucian dan pembersihan
b. Tirtha berfungsi sebagai pengurip / penciptaan.
c. Tirtha berfungsi sebagai pemeliharaan

Dalam Rg Weda I, bagian kedua sukta 5, mantra 2 dan 5 dijelaskan Dewa Indra sebagai pemberi air soma yang merupakan air suci. Mantra adalah Weda, sehingga kitab Catur Weda disebut kitab Mantra, karena tersusun dalam bentuk syair-syair pujaan. Mantra itu banyak macam dan ragamnya, ada mantra yang hanya terdiri dari dua, tida atau lima suku kata seperti: Om Ang Ah, Ang Ung Mang, Sang Bang Tang Ang Ing dan sebagainya. Mantra juga disebut ”Bija Mantra”. Suku kata yang demikian itu dianggap mengandung sakti, disebut ”Wijaksara”.

Mantra yang digunakan sebagai pengantar upacara disebut : Brahma. Nama ini kemudian digunakan untuk menyebutkan, Ia yang maha kuasa. Mantra yang ditujukan kepada Tuhan dalam salah satu manifestasinya disebut ”Stawa” misalnya ”Siwastawa, Barunastawa, Wisnustawa, Durghastawa, dan sebagainya.

Mantra pada umumnya memakai lagu dan irama, sehingga mantra juga disebut ”Stotra”. Dalam sekian banyak mantra, contoh dua buah mantra yaitu mantra ”Puja Trisandhya” dan mantra ”Apsudewastawa” dapat diambil kesimpulan bahwa mantra adalah sebagai sarana persembahyangan yang berwujud bukan benda (non material) yang harus diucapkan dengan penuh keyakinan. Tanpa keyakinan semua sarana persembahyangan itu akan sia-sia, untuk dapat menghubungkan diri dengan yang dipuja.