Dalam Frankenstein, buku klasik karya Mary Shelley yang  terbit tahun 1818, Victor Frankenstein mengumpulkan potongan-potongan  mayat dan menjahitnya menjadi tubuh yang utuh. Menggunakan aliran  listrik, Frankenstein berhasil menciptakan kehidupan meski kemudian  menyesalinya.
Dalam kehidupan nyata, manusia memang tak  henti-hentinya mencari jawaban, apakah kehidupan ini ada karena suatu  kuasa atau semata-mata proses alam?
Ada berbagai teori dan percobaan menyangkut asal-usul kehidupan. Dalam buku The Grand Design (2010),  fisikawan Stephen Hawking bersama Leonard Mlodinow menjelaskan tentang  penciptaan ini. Menurut mereka, ”Tata surya dapat membentuk dirinya  sendiri karena ada hukum alam, seperti gravitasi. Maka, penciptaan  spontan adalah sumber adanya ’sesuatu’ dan bukan kehampaan, adanya alam  semesta dan adanya kita.”
Sebelum itu, para ahli biokimia sudah  merumuskan berbagai teori dan menguji coba di laboratorium. Salah satu  yang fenomenal adalah uji laboratorium yang dilakukan Stanley Miller,  kandidat doktor di University of Chicago, Amerika Serikat, tahun 1953.
Miller  mereproduksi kondisi atmosfer purba dengan hidrogen, air, metana, dan  amonia dalam bejana dan memanasinya. Dalam seminggu ia menemukan endapan  senyawa organik penyusun kehidupan: asam amino.
Ragam asam amino  itu—glisin, alanin, aspartik, dan glutamik—adalah unsur dasar pembentuk  protein, penyusun struktur sel, dan berperan penting dalam reaksi  biokimia yang dibutuhkan kehidupan.
Bukti baru
Pekan  lalu, Lembaga Aeronautika dan Antariksa AS (NASA) memublikasikan hasil  pengujian terhadap bahan penelitian Miller. Bahan ini, dengan alasan  yang tidak pernah diketahui, tidak pernah dicoba sampai Miller meninggal  tahun 2007.
Bahan ini mengandung hidrogen sulfida (H2S) yang  belum pernah digunakan sebelumnya. ”Hidrogen sulfida berfungsi  menstimulasi kondisi awal atmosfer kita,” kata Eric Parker dari Georgia  Institute of Technology, Atlanta, dalam situs resmi NASA.
Parker adalah penulis utama laporan ilmiah tersebut dalam The Proceedings of the National Academy of Sciences.
”Sungguh  mengagetkan, dengan menggunakan H2S, asam amino yang dihasilkan jauh  lebih kaya dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya,” ujar Profesor  Jeffrey Bada dari Scripps Institution of Oceanography, University of  California. Ia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Total  diperoleh 22 jenis asam amino dan 10 jenis di antaranya belum pernah  ditemukan dalam percobaan serupa. Salah satu dari asam amino tersebut,  metionin, berperan besar dalam kode genetik. ”Metionin menginformasikan  pada sel untuk menerjemahkan suatu desain menjadi protein,” kata Dr  James Cleaves dari Carnegie Institution of Washington, anggota tim  peneliti.
Kesimpulannya, penelitian menunjukkan peran gunung  berapi pada pembentukan senyawa organik awal. Seperti diketahui, gunung  berapi adalah sumber sulfur yang berlimpah. Kilat cahaya yang muncul  saat gunung meletus, seperti aliran listrik yang membangkitkan  kehidupan. Dengan demikian, kawasan gunung berapi bisa jadi menjadi  lokasi awal mula kehidupan karena merupakan daerah yang kaya senyawa  organik, baik jenis maupun jumlahnya.
Penelitian lebih lanjut pada  meteorit— partikel antariksa yang tidak habis terbakar di atmosfer dan  jatuh ke Bumi—menunjukkan bahwa selain kaya unsur karbon, meteorit juga  mengandung beragam asam amino. Maka, bisa jadi molekul penting yang  berperan dalam kehidupan berasal dari antariksa dan mempercepat  munculnya kehidupan karena bahan bakunya sudah siap bersenyawa.
”Kami  menemukan bahwa tipe asam amino yang dihasilkan dengan menambahkan H2S  ternyata hampir sama dengan asam amino pada meteorit yang kaya karbon,”  tutur D Jason Dworkin dari NASA Goddard yang memimpin Laboratorium  Astrochemistry NASA.
Awal mula
Meski  demikian, kerja Miller tak lepas dari teori-teori yang dihasilkan para  ahli biokimia sebelumnya. Menurut John Haldane dari Inggris tahun 1929,  atmosfer pada zaman Bumi purba tidak memiliki oksigen bebas.
Kemudian  Haldane dan Aleksander Oparin dari Soviet menyatakan, ”Semua bahan baku  kehidupan sudah ada di Bumi sejak awal mula, demikian juga dengan  energi dari Matahari dan proses yang belum diketahui, tapi memicu  munculnya kehidupan.”
Di Amerika, tahun 1952, ahli biokimia Harold  C Urey mengelaborasi teori Haldane dan Oparin dengan menyebutkan  unsur-unsur yang ada sejak terbentuknya semesta, yaitu hidrogen,  oksigen, nitrogen, dan karbon. Inilah yang kemudian membentuk air,  amonia, dan metana sebagai unsur dasar pembentuk kehidupan.
Adalah  Stanley Miller yang kemudian mengombinasikan ide Haldane, Oparin, dan  Urey dalam percobaannya. Selain menemukan senyawa organik penyusun  kehidupan, percobaan Miller juga membuktikan betapa mudah asam amino  terbentuk.
Pada tahun yang sama, 1953, penemuan struktur  DNA—deoxyribonucleic acid yang membawa kode genetik—semakin membuktikan  besarnya peran senyawa organik dasar menyusun kehidupan. Penemuan DNA  juga membuka pemahaman terhadap beberapa senyawa, di antaranya asam  nukleid, yang bisa bereplikasi dan mewariskan kehidupan.
Semua  penelitian di atas mengarah pada pembentukan asam amino sebagai langkah  awal evolusi. Akan tetapi, betulkah semua ini proses alam semata seperti  yang dipercaya Hawking dan Mlodinow, ataukah ada kehendak Yang Kuasa? 
Sumber : 
Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar