Pengobatan dengan sistem imun tubuh
atau disebut dengan imunoterapi kini dipandang sebagai solusi untuk
kasus kanker dan dapat meningkatkan harapan dan kualitas hidup pasien.
Kendati demikian, pengembangan terapi ini masih menghadapi kemungkinan
efek samping dan biaya yang mahal.
Saat ini, para ilmuwan terus
mendalami imunoterapi untuk 23 jenis kanker. "Percobaan yang membuktikan
konsep ini sudah selesai dilakukan. Sehingga kami tidak perlu
meyakinkan pasien bahwa ini adalah ide yang bagus," kata Ira Mellman,
Wakil Presiden Riset Onkologi dari Genentech, perusahaan bioteknologi.
Saat ini, sudah ada obat imunoterapi yang mendapat persetujuan badan
pengawas obat di negara-negara maju, misalnya saja Dendreon dan Yervoy
produksi Bristol-Myers Squibb. Akan tetapi, harganya masih mahal.
Misalnya
saja Yervoy yang dipakai untuk mengobati kanker kulit atau melanoma
yang dibandrol 120.000 Dollar AS (sekitar 1 miliar rupiah) untuk regimen
standar. Sementara itu, Provenge untuk kanker prostat harganya sekitar
93.000 Dollar AS (sekitar 830 juta rupiah).
Meski di negara maju
obat itu dibiayai oleh asuransi, namun para ahli tidak yakin apakah
dokter akan meneruskan pengobatan yang demikian mahal itu jika penyakit
kankernya tidak bisa disembuhkan. Tujuan dari obat tersebut adalah
memperpanjang usia pasien.
Obat-obatan kanker generasi
sebelumnya, yakni terapi target yang sebenarnya cukup efektif hanya bisa
menunda kekambuhan penyakit. Penggunaan obat ini juga dibayangi oleh
resistensi penyakit serta tidak semua sel kanker dibersihkan. Oleh sebab
itu, imunoterapi ini diharapkan dalam jangka panjang bisa menjadi
solusi untuk menghentikan siklus ini.
Healt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar