Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya.
Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool, dan Batanta. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Salah satu lokasi wisata favorit di pulau ini adalah Gua Kelelawar. Sesuai namanya, di gua ini banyak sekali kelelawar yang bertengger di batu karang dalam kegelapan. Tak hanya kelelawar, di dalam gua juga terdapat makam kuno penduduk asli yang berada di dalam karang. Jangan salah, kerangka manusia yang terdapat di gua ini asli.
Semakin siang, matahari mulai menampakkan sinar keceriaannya. Saat yang tepat untuk menyelam di kawasan Mioskon, tak jauh dari Teluk Kabui. Maka, anggota tim pun menyelam untuk melihat keindahan taman laut Raja Ampat. Dari data yang ada, hampir 80 persen kontur taman laut ini tertutup terumbu karang.
Beragam satwa laut ada di sini. Ada ikan butterfly, angel, grouper, snaper, barakuda, dan masih banyak lagi. Ada pula kumpulan ikan yellow ribbon sweet lips. Kalau besar, panjangnya konon bisa mencapai setengah meter. Lain lagi dengan ikan pita kuning. Kalau mau berfoto, mereka sepertinya bersedia jadi "model" pendamping kita.
Satwa lainnya yang tak kalah unik adalah hiu wobeggong, salah satu penghuni yang terkenal di Raja Ampat. Tapi tenang saja, hiu yang ini tidak buas. Hiu karpet ini paling jago berkamuflase sehingga sulit terlihat mata telanjang.
Selain ikan ada juga biota laut. Kima, misalnya, merupakan sejenis kerang laut berukuran raksasa. Tapi sayang, kima sudah mulai langka karena kerap diburu untuk disantap dagingnya. Padahal, fungsinya sangat vital sebagai penyeimbang ekosistem laut. Kima ini merupakan satu jenis yang tersisa dari tujuh yang ada di seluruh dunia.
Keindahan tak cuma ditemukan di tengah laut, di pantai atau dermaga keindahan tak kalah memukau. Seperti di dermaga Pulau Harborek. Beragam ikan juga ada di sini. Salah satunya oci, ikan bersirip metalik dan selalu bergerombol hingga ratusan jumlahnya. Wajar jika tempat ini sangat diminati penyelam mancanegara. Apalagi laut Raja Ampat memiliki 75 persen tipe koral yang ada di dunia.
Kepulauan Raja Ampat memang tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Data lainnya mencatat, di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75 persen dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75 persen spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satu pun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.
Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan.
Pada kesempatan ini kami juga sempat belajar membuat sagu pada masyarakat pedalaman di Raja Ampat. Sagu kini bukan lagi makanan pokok, melainkan sebagai jajanan biasa sehingga tidak banyak dijumpai lagi orang yang membuat sagu. Mungkin karena proses pembuatannya lama.
Awalnya batang pohon sagu yang didapat dari hutan dibelah dan dicokok secara tradisional. Ini bukan pekerjaan mudah dan cukup menantang anggota tim. Sialnya, bocah-bocah pedalaman dengan gampangnya melakukan hal yang bagi kami sangat sulit. Setelah dibelah, sagu kemudian dicokok. Proses terakhir adalah peremasan yang dilakukan di tepi sungai agar mudah mendapatkan airnya.
Puas rasanya bisa mendatangi wilayah Nusantara yang mengundang decak kagum mata dunia ini. Simak selengkapnya perjalanan kami dalam tayangan video petualangan ini. Selamat menyaksikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar