Orangtua yang memiliki anak penyandang autisme perlu bersabar, lebih
peduli, memahami kebutuhan anak, berupaya tegas namun tidak keras, dan
semuanya itu bisa dijalankan dengan berempati.
Psikiater, dr
Kresno Mulyadi, SpKj, menyebutkan lima kebutuhan anak penyandang
autisme, yang perlu diperhatikan lebih ekstra oleh orangtua juga
keluarganya. "Dalam mengasuh dan merawat anak dengan autisme, kunci
utamanya adalah empati," katanya kepada Kompas Female di sela acara peluncuran buku karangannya, Autism is Treatable,
yang diterbitkan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of
Public Relations Jakarta memeringati hari jadi LSPR Jakarta ke-19, di
Jakarta, Minggu (10/7/2011).
Perlu dipahami, autisme merupakan
suatu spektrum dengan rentang yang luas. Artinya ada autisme berat,
sedang, ringan, dan sangat ringan. Semuanya bisa diterapi. Semuanya juga
membutuhkan empati orangtua dalam mengasuh dan merawat anak autis.
1. KomunikasiBiasanya,
yang terjadi pada pengasuhan anak dengan autisme adalah komunikasi yang
tidak optimal antara anak autis dan orangtuanya. Setiap kali
berkomunikasi dengan anak autis, orangtua perlu bersabar dan tidak
menekan anak.
"Ajak anak bicara pelan-pelan, beritahu anak apa
maksud Anda. Saat berkomunikasi, bisa jadi anak sedang berimajinasi,
sehingga ia tidak menangkap pesan Anda saat itu. Jadi, bersabarlah, dan
pahami kondisinya saat itu, ajak lagi ia berbicara agar maksud Anda
tersampaikan dan diterima anak dengan baik," jelas motivator anak yang
akrab disapa Kak Kresno ini.
2. SosialisasiPada
anak dengan autisme berat ia cenderung menyendiri, sedangkan anak
dengan autisme ringan cenderung memberi kesan ia pilih-pilih terhadap
sesuatu.
Sekali lagi, pesan Kak Kresno, kenali autisme pada
anak, dan jangan melarang anak melakukan apa yang disukainya atau
membuatnya nyaman. Temani anak dalam berkegiatan, usahakan jangan ada
pemaksaan. Jangan juga memberikan labeling pada anak ketika ia melakukan
sesuatu yang menurut kebanyakan orang, aneh. Pahami kondisi anak Anda,
berempati lah atasnya.
3. EmosiAnak
penyandang autisme memiliki emosi yang labil. Ia mudah marah, takut yang
tidak rasional, tertawa berlebihan, jelas Kak Kresno. Namun jangan
pernah menganggap perilaku anak autis sebagai sesuatu yang aneh.
Sebagai
orangtua, Anda perlu memperlakukan anak autis dengan lebih bijak.
Pahami emosinya. Bagaimana pun anak autis memiliki perasaan yang peka.
Ia bisa sangat peka, namun juga bisa tidak punya empati sama sekali.
Perlakuan orangtua atau keluarga yang keliru atas emosinya, berdampak
pada anak autis.
"Dengan tidak memahami emosi, tidak berempati
atas emosi anak autis, konsep dirinya akan jatuh. Sama seperti anak pada
umumnya, ketika ia diberi label, maka ia justru akan menjadi seperti
yang dilabelkan kepadanya. Jika mengatakan anak nakal, maka ia akan
benar-benar bersikap nakal," jelas Kak Kresno.
4. Repetitif
Anak
penyandang autisme cenderung melakukan sesuatu yang disenanginya secara
berulang. Lagu yang disukainya diputarnya berulang kali. Makanan yang
disukainya akan terus menerus dikonsumsinya setiap kali ia lapar.
Pakaian yang disenanginya akan terus dipilihnya, cuci pakai
berulang-ulang,
"Perilaku repetitif ini dialami sejumlah anak
penyandang autisme. Tugas orangtua adalah mengenalkan hal lain yang
berbeda kepadanya. Kalau anak belum mau, tidak apa, jangan dipaksa,
namun jangan juga memberikan labeling kepada anak atas perilaku
repetitifnya," lanjutnya.
5. Persepsi
Anak
autis kerapkali tidak nyaman dengan penginderaannya. Ia tak menyukai
suara tertentu yang didengarnya. Matanya tak nyaman saat memandang sinar
tertentu. Orangtua perlu berempati dan memahami kondisi ini.
"Orangtua perlu menyikapi dengan cara yang tepat. Sabar, berempati, namun tidak memanjakan. Berupaya tegas namun tidak keras
ANEH DAN UNIK
,
lain lain
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar