Dalam struktur Dewata Nawasanga, Pura Luhur Andakasa merupakan stana Hyang Tugu atau Dewa Brahma yang menguasai kawasan selatan, manifestasi Hyang Widhi yang menghuni sembilan arah mata angin. Ditilik dari namanya, Andakasa mengingatkan kita pada kata akasa, yang artinya angkasa atau langit. Pura ini memang berdiri megah di ketinggian sekitar 200 meter dari permukaan laut, tepatnya berada pada posisi geografis 8 derajat 30 LS dan 115 derajat 30 BT, wilayah Desa Adat Angantelu, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem.
Untuk menuju pura ini kita harus berjalan kaki dengan sedikit menanjak, menyusuri alam yang ditumbuhi pepohonan rindang alami. Dari atas kita dapat melihat panorama yang indah. Jika pandangan diarahkan ke selatan terlihat Teluk Padang atau Padangbai dan Labuan Amuk yang mempesona. Dari Denpasar, untuk mencapai pura ini kita harus menempuh jarak sekitar 60 kilometer ke arah ke timur, atau 20 kilometer di timur kota Semarapura, ibu kota Kabupaten Klungkung.
Kapankah pura ini mulai dibangun? Sejauh ini informasi mengenai sejarah berdirinya sangat minim. Sejumiah peninggalan tertulis seperti lontar-lontardan peninggalan kepurbakalaan sangat sedikit memuat tentang pura ini. Dari peninggalan tertulis ada petunjuk, pura ini didirikan oleh Mpu Kuturan sekitar abad XI. Seiain itu, pura ini diduga erat kaitannya dengan pemuka agama Hindu Sang Kulputih. Konon, rohaniwan Hindu yang menyusun tuntunan kepemangkuan ini pernah bertapa di tempat ini, sebelum menuju Gunung Lempuyang dan Besakih. Kemudian berdasarkan observasi pada area-area di pura ini, ada dugaan pura ini pernah direnovasi sekitar abad XVII-XVIIL
Memang ada sebuah prasasti di Pura Panyimpenan Pura Luhur Andakasa seperti yang diungkap dalam buku Pura Luhur Andakasa yang diterbitkan Dinas Kebudayan Propinsi Bali- Di pura ini terdapat sebuah prasasti yang terbuat dari lempengan tembaga (tambra prasasti) berukuran panjang 25,7 cm, lebar 6,7 cm dan tebalnya 0,2 cm. Hanya satu muka yang berisi tulisan. Pada tanggal 9 Januari 1996 lalu, dua pakar yakm dari FS Unud dan Balai Arkeologi Denpasar sempat membaca prasasti itu, Prasasti yang disimpan di sebuah kotak kayu yang diambil dari Gedong Panyimpenan itu bertuliskan huruf Bali Kuno dengan bahasa Jawa Kunodisisipi bahasa Bali Kuno.
Berdasarkan bentuk huruf yang tertoreh, kemungkinan prasasti itu ditulis sekitar abad XIII-XIV Masehi atau mirip dengan huruf-huruf prasasti yang dilulis pada abad XV Masehi. Isi prasasti itu menurut buku tersebut tidak berhubungan langsung dengan keberadaan Pura Luhur Andakasa.
Sementara dalam berbagai lontar disebutkan Pura Luhur Andakasa berstatus sebagai salah satu Kahyangan Jagat. Itu berarti pura ini merupakan tempat pemujaan bagi seluruh umat Hindu.
Warna Merah
Karena kedudukannya sebagai stana Dewa Brahma yang memiliki simbol aksara BA rnaka warna merah menjadi ciri pura ini, Dalam keseharian, seperti yang ditulis dalam buku Pura Luhur Andakasa yang diterbitkan Dinas Kebudayaan Propinsi Bali juga menjadi tempat
pemujaan khusus para kalian atau pemangku ketakson. Sebagai sungsungan jagat, pura ini memiliki pelinggih "perwakilan" di sanggah-pemerajan serta di Pura Bale Agung dalam beniuk taksu nganten atau taksu megumi.
Pura Luhur Andakasa diyakini pengemponnya di Desa Pekraman Angantelu memiliki kaitan dengan dua Pura Dhang Kahyangan di kawasan itu yakni Pura Pucak Sari di Bukit Cemeng dan Pura Jati di Bukit Pangajaran.
Pengempon atau pengemong Pura Luhur Andakasa terdiri atas 354 KK dari 13 banjar yaitu Banjar Gegelang, Banjar Pakel, Banjar Babakan, Banjar Kelod, Banjar kaler, Banjar Bengkel, Banjar Pangitebel, banjar Pengalon, Banjar Yehmalet, Banjar Tengading, Banjar Labuhan, Banjar Seraya dan Banjar Ketug.
Pura ini juga memiliki tiga zone seperti lazimnya pura yang lain yaitu jeroan, jaba tengah dan jaba sisi. Bangunan palinggih berjajar dengan hulu di utara dan timur. Palinggih utama untuk stana Hyang Tugu berada di sisi sebelah timur berbetuk padmasana. Di bagian utara dari jeroan ada bangunan yang diyakini sebagai cikal bakal pura ini yang dinamai palinggih pengawit (lingga). Tugu Batu Nunggul (lingga), yang merupakan cikal bakal Pura Luhur Andakasa masih utuh keberadaannya. Penempatan tepas sari di atasnya dan saptapatala di depan bagian atas kurang lebih bertujuan melestarikan bentuk lama dengan palinggih gedong dan pengaruman di belakangnya.
Piodalan atau pujawali di pura ini dilaksanakan setiap enam bulan Bali atau tiap 210 hari sekali yakni pada Anggara (Selasa) Kliwon Wuku Medangsia. Ida Batara nyejer selama tiga hari, hingga hari penyimpenan (masineb). Hari pertama piodalan Ida Batara turun dari Gedong Simpen yang terletak di Banjar Kaler Desa Pakraman Angantelu yang dipundut oleh krama Taruna Pategak menuju Pura Luhur Andakasa. Selanjutnya kairing lunga masucian ke Tirta Buluh yang berlokasi di Gclogor, barat laut dari lokasi pura. Yang memundut Ida Batara mesucian juga Krama Teruna Pategak. Pada saat itu juga dilakukan upacara nuwur Batara Tirta di patirtan Buluh.
Prosesi itu kemudian dilanjutkan dengan upacara pujawali. Sesuai
dengan simbol Dewa Brahma, busana Ida Bhatara di Pura Luhur Andakasa seluruhnya berwarna merah. Sedangkan busana untuk anggota krama adat meliputi baju benvarna merah, destar berwarna putih dan kampuh warna hitam.
Tiga Butir Telur
Ada cerita yang menarik sehubungan dengan pura ini, Menurut cerita rakyat di Antiga, pada zaman dahulu di Desa Antiga ada tiga butir telur jatuh dari angkasa. Tiga telur tersebut didekati oleh masyarakat. Tiba-tiba telur itu meledak dan mengeluarkan asap. Asap itu berembus dari Desa Antiga menuju tiga arah, Ada yang ke barat daya, ke barat laut dan ke utara. Kemudian, masyarakat Desa Antiga mendengar suara dari alam niskala. Sabda itu menyatakan bahwa asap yang mengarah ke barat daya desa adalah Batara Brahma. Sejak itu bukit itu bernama Andakasa sebagai tempat pemujaan Batara Brahma. Asap yang ke barat laut desa adalah Batara Wisnu menuju Bukit Cemeng. Di situ lalii didirikan Pura Puncaksari. Asap yang menuju ke utara desa adalah perwujudan Batara Siwa dipuja di Pura Jati, Tiga pura di tiga bukit itulah sebagai arah pemujaan umat di Desa Antiga dan Desa Gegelang,
Pemujaan Batara Brahma di Pura Andakasa ini dibangun di jejeran pelinggih di bagian timurdalam bentuk Padmasana. Di bagian jeroan atau pada areal bagian dalam Pura Andakasa di jejer timur ada empat padma. Yang paling utara disebut Sanggar Agung, Di sebelah selatannya ada pelinggih Meru Tumpang Telu. Di selatan meru tersebut ada padmasana sebagai pelinggih untuk memuja Dewa Brahma atau Hyanging Tugu. Di sebelah selatan pelinggih Bhatara Brahma dan ada juga dua padmasana untuk pelinggih Sapta Petala dan Anglurah Agung.A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar