Sabtu, 26 November 2011

Arti dan Fungsi Sarana Upakara

November 26, 2011
Berikut ini adalah tulisan tentang rangkuman pada buku arti dan fungsi sarana upakara.

Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan Karma dan Jnyana. Bhakti, Karma dan Jnyana Marga dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan ikhlas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Untuk melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab agama disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya. Puncak dari Karma dan Jnyana adalah Bhakti atau penyeraha diri. Segala kerja yang kita lakukan pada akhirnya kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan cara seperti itulah Karma dan Jnyana Marga akan mempunyai nilai yang tinggi.

Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul - simbul itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rokhaninya belum begitu maju, dapat menggunakan cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi mereka yang telah maju dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para Bhakti”.

Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari benda-benda tertentu. Sarana-sarana tersebut merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci. Menurut Bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan : sarana pokok yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan antara lain:
- Pattram = daun-daunan,
- Puspam = bunga-bungaan,
- Phalam = buah-buahan,
- Toyam = air suci atau tirtha.
Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula Api yang berwujud “dipa dan dhÅ­pa” merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur tersebut dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telah berwujud tertentu dengan fungsi tertentu pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat upakara adalah sama, namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbeda-beda dalam fungsi yang berbeda-beda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.



Arti dan Fungsi Bunga

Arti bunga dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sebagai ”... sekare pinako katulusan pikayunan suci”. Artinya, bunga itu sebagai lambang ketulusikhlasan pikiran yang suci. Bunga sebagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan oleh Umat Hindu bukan dilakukan tanpa dasar kita suci.

Untuk fungsi bunga yang penting yaitu ada dua dalam upacara. Berfungsi sebagai simbul, Bunga diletakkan tersembul pada puncak cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah. Setelah selesai menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di atas kepala atau disumpangkan di telinga. Dan fungsi lainnya yaitu bunga sebagai sarana persembahan, maka bunga itu dipakai untuk mengisi upakara atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa ataupun roh suci leluhur.

Dari Bunga, buah dan daun di Bali dibuat suatu bentuk sarana persembahyangan seperti : canang, kewangen, bhasma dan bija. Canang, kewangen, bhasma dan bija ini adalah sarana persembahyangan yang berasal dari unsur bunga, daun, buah dan air. Semua sarana persembahyangan tersebut memiliki arti dan makna yang dalam dan merupakan perwujudan dari Tatwa Agama Hindu.

Adapun arti dari masing-masing sarana tersebut antara lain yaitu :


1. Canang

Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur - unsur pokok daripada canang tersebut adalah:

a. Porosan terdiri dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih.
Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.
c. Bunga lambang keikhlasan
d. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
e. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.

2. Kewangen

Kewangen berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata “Wangi” artinya harum. Kata wangi mendapat awalan “ka” dan akhiran “an” sehingga menjadi “kewangian”, lalu disandikan menjadi Kewangen, yang artinya keharuman. Dari arti kata kewangen ini sudah ada gambaran bagi kita tentang fungsi kewangen untuk mengharumkan nama Tuhan.

Arti dan makna unsur yang membentuk kewangen tersebut adalah Kewangen lambang ”Omkara”. Kewangen disamping sebagai sarana pokok dalam persembahyangan, juga dipergunakan dalam berbagai upacara Pancayadnya. Kewangen sebagai salah satu sarana penting untuk melengkapi banten pedagingan untuk mendasari suatu bangunan.

Demikian pula dalam upacara Pitra Yadnya, ketika dilangsungkan upacara memandikan mayat, kewangen diletakkan di setiap persendian orang meninggal yang jumlahnya sampai 22 buah kewangen, dimana fungsi kewangen disini adalah sebagai lambang Pancadatu (lambang unsur-unsur alam) sendang fungsi Kawangen dalam upacara memandikan mayat sebagai pengurip-urip.

3. Bunga sebagai Lambang, antara lain
a. Bunga lambang restu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa
b. Bunga lambang jiwa dan alam pikiran.
c. Bunga yang baik untuk sarana keagamaan.



Arti dan Fungsi Api Dhupa dan Dipa

Dalam persembahyangan Api itu diwujudkan dengan : Dhupa dan Dipa. Dhupa adalah sejenis harum-haruman yang dibbakar sehingga berasap dan berbau harum. Dhupa dengan nyala apinya lambang Dewa Agni yang berfungsi :

1. Sebagai pendeta pemimpin upacara
2. Sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja
3. Sebagai pembasmi segala kotoran dan pengusir roh jahat
4. Sebagai saksi upacara dalam kehidupan.

Kalau kita hubungkan antara sumber-sumber kitab suci tentang penggunaan api sebagai sarana persembahyangan dan sarana upacara keagamaan lainnya, memang benar, sudah searah meskipun dalam bentuk yang berbeda. Disinilah letak keluwesan ajaran Hindu yang tidak kaku itu, pada bentuk penampilannya tetapi yang diutamakan dalam agama Hindu adalah masalah isi dalam bentuk arah, azas harus tetap konsisten dengan isi kitab suci Weda. Karena itu merubah bentuk penampilan agama sesuai dengan pertumbuhan zaman tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia harus mematuhi ketentuan-ketentuan sastra dresta dan loka drsta atau : desa, kala, patra dan guna.



Arti dan Fungsi Tirtha

Air merupakan sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam persembahyangan yaitu : Air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci yang disebut Tirtha. Tirtha inipun ada dua macamnya yaitu: tirtha yang di dapat dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Bhatara-bhatari dan Tirtha dibuat oleh pendeta dengan puja.
Tirtha berfungsi untuk membersihkan diri dari kekotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun pemakaiannya adalah dipercikkan di kepala, diminum dan diusapkan pada muka, simbolis pembersihan bayu, sabda, dan idep. Selain sarana itu, biasanya dilengkapi juga dengan bija, dan bhasma yang disebut gandhaksta.

Tirtha bukanlah air biasa, tirtha adalah benda materi yang sakral dan mampu menumbuhkan persanaan, pikiran yang suci. Untuk asal usul kata Tirtha sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekertha.

Macam - macam Tirtha untuk melakukan persembahyangan ada dua jenis yaitu tirtha pembersihan dan tirtha wangsuhpada. Arti dan makna tirtha ditinjau dari segi penggunaannya dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Tirtha berfungsi sebagai lambang penyucian dan pembersihan
b. Tirtha berfungsi sebagai pengurip / penciptaan.
c. Tirtha berfungsi sebagai pemeliharaan

Dalam Rg Weda I, bagian kedua sukta 5, mantra 2 dan 5 dijelaskan Dewa Indra sebagai pemberi air soma yang merupakan air suci. Mantra adalah Weda, sehingga kitab Catur Weda disebut kitab Mantra, karena tersusun dalam bentuk syair-syair pujaan. Mantra itu banyak macam dan ragamnya, ada mantra yang hanya terdiri dari dua, tida atau lima suku kata seperti: Om Ang Ah, Ang Ung Mang, Sang Bang Tang Ang Ing dan sebagainya. Mantra juga disebut ”Bija Mantra”. Suku kata yang demikian itu dianggap mengandung sakti, disebut ”Wijaksara”.

Mantra yang digunakan sebagai pengantar upacara disebut : Brahma. Nama ini kemudian digunakan untuk menyebutkan, Ia yang maha kuasa. Mantra yang ditujukan kepada Tuhan dalam salah satu manifestasinya disebut ”Stawa” misalnya ”Siwastawa, Barunastawa, Wisnustawa, Durghastawa, dan sebagainya.

Mantra pada umumnya memakai lagu dan irama, sehingga mantra juga disebut ”Stotra”. Dalam sekian banyak mantra, contoh dua buah mantra yaitu mantra ”Puja Trisandhya” dan mantra ”Apsudewastawa” dapat diambil kesimpulan bahwa mantra adalah sebagai sarana persembahyangan yang berwujud bukan benda (non material) yang harus diucapkan dengan penuh keyakinan. Tanpa keyakinan semua sarana persembahyangan itu akan sia-sia, untuk dapat menghubungkan diri dengan yang dipuja.

Mantram Gayatri

November 26, 2011
Oleh : Drs K.M.Suhardana
Pedoman Sembahyang Umat Hindu

Dalam kaitan dengan Mantram Trisandhya adalah apa yang dinamakan Mantram Gayatri, salah satu bait dari keenam Mantram Trisandhya yang sangat disucikan oleh umat Hindu, yang merupakan Induk dari semua Mantram Weda yang sangat penting artinya bagi umat Hindu, karena dapat memberikan perlindungan, keselamatan, kegembiraan dan kebahagiaan. Bahkan berdasarkan penelitian ilmiah di India dan Amerika diketahui bahwa orang yang tekun mengucapkan Mantram Gayatri, menyebabkan butir-butir darah putih dan darah merahnya menjadi semakin segar dan bertambah jumlahnya, sehingga orang tersebut nampak semakin sehat, Mantram Gayatri dapat dipergunakan sebagai “ Japa “ untuk dibaca sebagai doa atau diulang-ulang berkali-kali secara khusuk dengan maksud untuk memohon sesuatu kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

Mantram Gayatri sebagai Doa Universal

Mantram Gayatri dinyatakan juga sebagai induk dari semua Mantram Weda , juga dinyatakan sebagai doa universal yang tercantum dan diabadikan dalam Kitab Suci Weda , baik Kitab Reg Weda , Yajur Weda maupun Sama Weda , yang dapat dipergunakan untuk memohon kejernihan akal budhi agar tercipta kebenaran tanpa penyimpangan. Mantram Gayatri dianggap sebagai intisari dari seluruh Ajaran Weda, karena itu ada orang yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang tidak perlu mengucapkan Mantram apapun selain Gayatri Mantram
Sebagai Ibu Weda atau induk dari semua Mantram Weda, Gayatri mempunyai 3 (tiga) nama yaitu Gayatri, Savitri dan Saraswati dan ketiganya ada dalam diri setiap manusia, Gayatri berarti penguasa Indra, Savitri penguasa daya hidup atau prana dan kebenaran serta Saraswati berarti kemampuan untuk berbicara dengan baik, sehingga Mantram Gayatri meresapi segala sesuatu diseluruh alam semesta.
Mantram Gayatri terdiri dari 3 (tiga) bagian berupa pujian, meditasi dan doa :
  • Om Bhur Bhuvah Svah Tat Savitur Varenyam, merupakan pujian dengan menunjukan sifat-sifat keagungan Tuhan.
  • Dhimahi, berkaitan dengan meditasi ( perenungan dengan khidmat )
  • Dhiyo Yo Nah Pracodayat, adalah doa agar diberikan kekuatan dan kemampuan ( meningkatkan akal budhi / kebijakan / kecerdasan ).
Mantram Gayatri dikatakan juga oleh para akhli mengandung 4 (empat) kebenaran yang tertera dalam Weda;
  • Kesadaran sejati adalah Brahman ( Pranjnanam Brahma )
  • Aku adalah Brahman ( Aham Brahma Asmi )
  • Engkau adalah itu ( Tat Tvam Asi )
  • Diri sejati ini adalah Brahman ( Ayam Atma Brahma )
Para Akhli Agama juga menjelaskan bahwa Mantram Gayatri diciptakan sebagai mata ketiga ( Cakra Ajna ) untuk dapat mengungkapkan pandangan batin kita, kita menyadari adanya Brahman. Gayatri dinyatakan sebagai Anna Purna atau sebagai Tuhan Ibu Jagat Raya yang menjiwai semua kehidupan dan dapat dilukiskan dengan 5 ( lima ) wajah ;
  1. Om, adalah wajah yang pertama ( sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa )
  2. Bhur Bhuvah Svaha, adalah wajah yang kedua ( sebagai Penguasa alam fisik , alam astral dan alam surga )
  3. Tat Savitur Varenyam, adalah wajah yang ketiga ( sebagai Sumber segalanya yang patut disembah )
  4. Bhargo Dewvasya Dhimahi, adalah wajah yang keempat ( sebagai Pemeberi berkat dan berkah )
  5. Dhiyo Yo Nah Pracodayat, adalah wajah yang kelima ( sebagai Pemberi penerangan akal budhi )
Manfaat Mantram Gayatri
Para akhli Agama menyatakan bahwa pelantunan Mantram Gayatri secara berulang-ulang akan dapat mengembangkan kemampuan akal budhi seseorang. Mantran Gayatri jika diucapkan dengan penuh keyakinan, mempunyai kekuatan dan vibrasi yang sangat ampuh dan dapat melindungi orang yang mengucapkan, seperti halnya Rsi Visvamitra mampu mempergunakan berbagai senjata langka sesuai kehendaknya , menurut beberapa buku Agama Hindu, Mantram Gayatri yang sangat ampuh ini ditemukan oleh Rsi Visvamitra.
Dinyatakan pula bahwa jika diucapkan secara teratur dengan penuh keyakinan , kesadaran dan kasih sayang terhadap Tuhan, Mantram Gayatri akan memberi faedah ; dapat membebaskan diri dari segala penyakit, mencegah segala kesengsaraan dan kesulitan dan mengabulkan semua permohonan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Mantram Gayatri dinyatakan dapat melindungi kita dalam kegiatan-kegiatan seperti ; Dalam perjalan dengan Bus atau Mobil , Kereta Api , Pesawat terbang atau dimana saja kita berada .

Kapan dan Bagaimana Mantram Gayatri sebaiknya diucapkan
Mantram Gayatri sebaiknya diucapkan pada waktu subuh , tengah hari dan senja hari saat “Sandhya Kalam” yaitu pertemuan antara waktu malam dan pagi , pagi dan sore , serta sore dan malam hari, waktu mana sangat berguna untuk latihan rohani , meskipun demikian waktu-waktu tersebut sebenarnya tidak mengikat dan karena itu dapat diucapkan kapan saja dan dimana saja.
Mantram Gayatri baik juga diucapkan pada waktu mandi, sambil membersihkan badan kita sekaligus juga dapat membersihkan pikiran dan akal budhi kita, disamping itu disarankan untuk mengucapkan Mantram Gayatri pada waktu-waktu ; sebelum makan, pada waktu bangun tidur dan pada waktu akan tidur. Mantram Gayatri itu merupakan harta yang sangat berharga, karena itu harus dijaga dan dilantunkan secara benar dan tepat, seseorang boleh mengesampingkan mantram-mantram lainnya, tetapi jangan sampai menghentikan Mantram Gayatri.
Mantram Gayatri hendaknya diucapkan sesering mungkin, sebaiknya diucapkan 108 kali ( satu japa mala ) setiap pagi, untuk latihan rohani adalah baik untuk mengucapkan tiga atau lima japa mala setiap pagi dan sore hari. Menurut Swami Sivananda Saraswati , Mantram Gayatri harus diucapkan sekurang-kurangnya satu japa mala ( 108 kali ) tanpa henti setiap hari .

Sikap Badan dalam mengucapkan Mantram Gayatri
Dalam menyampaikan Mantram Gayatri, sikap badan kita hendaknya diatur sebagai berikut :
  1. Duduklah dengan tenang ( Padmasana , Bajrasana ) menghadap ke timur atau ke utara atau dalam sikap apa saja yang cocok bagi seseorang .
  2. Hindarkan gerakan yang tidak perlu dan bersikaplah seperti akan melaksanakan , Meditasi .
  3. Punggung , leher dan kepala agar tegak lurus ( jangan menunduk )
  4. Jangan merasa takut dan duduklah dengan tekad untuk menyadari kebenaran sejati .

Arti dan Fungsi Sarana Upakara

November 26, 2011
Berikut ini adalah tulisan tentang rangkuman pada buku arti dan fungsi sarana upakara.

Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan Karma dan Jnyana. Bhakti, Karma dan Jnyana Marga dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan ikhlas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun dilakukan dengan penuh keikhlasan.


Untuk melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab agama disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya. Puncak dari Karma dan Jnyana adalah Bhakti atau penyeraha diri. Segala kerja yang kita lakukan pada akhirnya kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan cara seperti itulah Karma dan Jnyana Marga akan mempunyai nilai yang tinggi.


Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul - simbul itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rokhaninya belum begitu maju, dapat menggunakan cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi mereka yang telah maju dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para Bhakti”.


Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari benda-benda tertentu. Sarana-sarana tersebut merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci. Menurut Bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan : sarana pokok yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan antara lain:
- Pattram = daun-daunan,
- Puspam = bunga-bungaan,
- Phalam = buah-buahan,
- Toyam = air suci atau tirtha.
Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula Api yang berwujud “dipa dan dhÅ­pa” merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur tersebut dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telah berwujud tertentu dengan fungsi tertentu pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat upakara adalah sama, namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbeda-beda dalam fungsi yang berbeda-beda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.



Arti dan Fungsi Bunga

Arti bunga dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sebagai ”... sekare pinako katulusan pikayunan suci”. Artinya, bunga itu sebagai lambang ketulusikhlasan pikiran yang suci. Bunga sebagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan oleh Umat Hindu bukan dilakukan tanpa dasar kita suci.

Untuk fungsi bunga yang penting yaitu ada dua dalam upacara. Berfungsi sebagai simbul, Bunga diletakkan tersembul pada puncak cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah. Setelah selesai menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di atas kepala atau disumpangkan di telinga. Dan fungsi lainnya yaitu bunga sebagai sarana persembahan, maka bunga itu dipakai untuk mengisi upakara atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa ataupun roh suci leluhur.

Dari Bunga, buah dan daun di Bali dibuat suatu bentuk sarana persembahyangan seperti : canang, kewangen, bhasma dan bija. Canang, kewangen, bhasma dan bija ini adalah sarana persembahyangan yang berasal dari unsur bunga, daun, buah dan air. Semua sarana persembahyangan tersebut memiliki arti dan makna yang dalam dan merupakan perwujudan dari Tatwa Agama Hindu.

Adapun arti dari masing-masing sarana tersebut antara lain yaitu :


1. Canang

Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur - unsur pokok daripada canang tersebut adalah:

a. Porosan terdiri dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih.
Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.
c. Bunga lambang keikhlasan
d. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
e. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.

2. Kewangen

Kewangen berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata “Wangi” artinya harum. Kata wangi mendapat awalan “ka” dan akhiran “an” sehingga menjadi “kewangian”, lalu disandikan menjadi Kewangen, yang artinya keharuman. Dari arti kata kewangen ini sudah ada gambaran bagi kita tentang fungsi kewangen untuk mengharumkan nama Tuhan.

Arti dan makna unsur yang membentuk kewangen tersebut adalah Kewangen lambang ”Omkara”. Kewangen disamping sebagai sarana pokok dalam persembahyangan, juga dipergunakan dalam berbagai upacara Pancayadnya. Kewangen sebagai salah satu sarana penting untuk melengkapi banten pedagingan untuk mendasari suatu bangunan.

Demikian pula dalam upacara Pitra Yadnya, ketika dilangsungkan upacara memandikan mayat, kewangen diletakkan di setiap persendian orang meninggal yang jumlahnya sampai 22 buah kewangen, dimana fungsi kewangen disini adalah sebagai lambang Pancadatu (lambang unsur-unsur alam) sendang fungsi Kawangen dalam upacara memandikan mayat sebagai pengurip-urip.

3. Bunga sebagai Lambang, antara lain
a. Bunga lambang restu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa
b. Bunga lambang jiwa dan alam pikiran.
c. Bunga yang baik untuk sarana keagamaan.



Arti dan Fungsi Api Dhupa dan Dipa

Dalam persembahyangan Api itu diwujudkan dengan : Dhupa dan Dipa. Dhupa adalah sejenis harum-haruman yang dibbakar sehingga berasap dan berbau harum. Dhupa dengan nyala apinya lambang Dewa Agni yang berfungsi :

1. Sebagai pendeta pemimpin upacara
2. Sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja
3. Sebagai pembasmi segala kotoran dan pengusir roh jahat
4. Sebagai saksi upacara dalam kehidupan.

Kalau kita hubungkan antara sumber-sumber kitab suci tentang penggunaan api sebagai sarana persembahyangan dan sarana upacara keagamaan lainnya, memang benar, sudah searah meskipun dalam bentuk yang berbeda. Disinilah letak keluwesan ajaran Hindu yang tidak kaku itu, pada bentuk penampilannya tetapi yang diutamakan dalam agama Hindu adalah masalah isi dalam bentuk arah, azas harus tetap konsisten dengan isi kitab suci Weda. Karena itu merubah bentuk penampilan agama sesuai dengan pertumbuhan zaman tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia harus mematuhi ketentuan-ketentuan sastra dresta dan loka drsta atau : desa, kala, patra dan guna.



Arti dan Fungsi Tirtha

Air merupakan sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam persembahyangan yaitu : Air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci yang disebut Tirtha. Tirtha inipun ada dua macamnya yaitu: tirtha yang di dapat dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Bhatara-bhatari dan Tirtha dibuat oleh pendeta dengan puja.
Tirtha berfungsi untuk membersihkan diri dari kekotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun pemakaiannya adalah dipercikkan di kepala, diminum dan diusapkan pada muka, simbolis pembersihan bayu, sabda, dan idep. Selain sarana itu, biasanya dilengkapi juga dengan bija, dan bhasma yang disebut gandhaksta.

Tirtha bukanlah air biasa, tirtha adalah benda materi yang sakral dan mampu menumbuhkan persanaan, pikiran yang suci. Untuk asal usul kata Tirtha sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekertha.

Macam - macam Tirtha untuk melakukan persembahyangan ada dua jenis yaitu tirtha pembersihan dan tirtha wangsuhpada. Arti dan makna tirtha ditinjau dari segi penggunaannya dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Tirtha berfungsi sebagai lambang penyucian dan pembersihan
b. Tirtha berfungsi sebagai pengurip / penciptaan.
c. Tirtha berfungsi sebagai pemeliharaan

Dalam Rg Weda I, bagian kedua sukta 5, mantra 2 dan 5 dijelaskan Dewa Indra sebagai pemberi air soma yang merupakan air suci. Mantra adalah Weda, sehingga kitab Catur Weda disebut kitab Mantra, karena tersusun dalam bentuk syair-syair pujaan. Mantra itu banyak macam dan ragamnya, ada mantra yang hanya terdiri dari dua, tida atau lima suku kata seperti: Om Ang Ah, Ang Ung Mang, Sang Bang Tang Ang Ing dan sebagainya. Mantra juga disebut ”Bija Mantra”. Suku kata yang demikian itu dianggap mengandung sakti, disebut ”Wijaksara”.

Mantra yang digunakan sebagai pengantar upacara disebut : Brahma. Nama ini kemudian digunakan untuk menyebutkan, Ia yang maha kuasa. Mantra yang ditujukan kepada Tuhan dalam salah satu manifestasinya disebut ”Stawa” misalnya ”Siwastawa, Barunastawa, Wisnustawa, Durghastawa, dan sebagainya.

Mantra pada umumnya memakai lagu dan irama, sehingga mantra juga disebut ”Stotra”. Dalam sekian banyak mantra, contoh dua buah mantra yaitu mantra ”Puja Trisandhya” dan mantra ”Apsudewastawa” dapat diambil kesimpulan bahwa mantra adalah sebagai sarana persembahyangan yang berwujud bukan benda (non material) yang harus diucapkan dengan penuh keyakinan. Tanpa keyakinan semua sarana persembahyangan itu akan sia-sia, untuk dapat menghubungkan diri dengan yang dipuja.

Kamis, 24 November 2011

Kehebatan Ulat Sutera Tak Terkalahkan

November 24, 2011
Berputar, berputar, dan terus berputar, ulat sutera terus menghasilkan benang sutera terbaik bernilai jutaan rupiah. Mereka memakan daun dan kemudian mengubah energi yang dihasilkan menjadi sutera berharga.
Ulat sutera hanya memiliki panjang beberapa centimeter namun panjang sutera yang dihasilkan bisa mencapai 900 meter.
"Sutera yang dihasilkan laba-laba dan ngengat menunjukkan kombinasi antara kekuatan dan kehebatan yang masih tak terkalahkan oleh pesaing sintetiknya," kata Chris Holland dari Universitas Oxford seperti dikutip New Scientist, Rabu (23/11/2011).
Sutera dari ulat sutera juga memiliki kelebihan karena efisien. Ulat sutera memproduksi dalam temperatur ruangan dengan limbah hanya air. Sementara, produksi oleh manusia memerlukan suhu tinggi dan menghasilkan limbah dalam jumlah besar.
Holland yang merupakan pakar sutera bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Sheffield untuk meneliti penggunaan energi ulat sutera. Harapannya akan membantu produksi sutera sintetik.
"Ini soal terinspirasi dari alam," kata Oleksandr Mykhaylyk, peneliti dari Universitas Sheffield. Jika penelitian berhasil, maka ongkos produksi ulat sutera bisa ditekan 90 persen.

Cara Membuat Spoiler (Tombol Buka/Tutup)

November 24, 2011
Inilah Cara Membuat Spoiler atau Tombol Buka/Tutup pada blog yang disimpan di sidebar atau dalam postingan , selan itu sekalian juga Cara Membuat Spoiler Show/Hidden Widget .

Cara Membuat Spoiler Pada Sidebar atau Postingan

Sebenarnya Spoiler bisa ditempatkan dimana saja di Sidebar, Komentar atau di postingan , Dengan Spoiler kita bisa menghemat tempat dll. Cara membuatnya  sama saja tinggal menggunakan kode HTML  seperti di bawah ini :

<div style="margin-bottom: 2px;">Judul Spoiler
<div style="margin-top: 5px; text-align: center;"><input value="Buka" style="margin-top: 5px; width: 60px; font-size: 10px;" onclick="if (this.parentNode.parentNode.getElementsByTagName('div')[1].getElementsByTagName('div')[0].style.display != '') { this.parentNode.parentNode.getElementsByTagName('div')[1].getElementsByTagName('div')[0].style.display = ''; this.innerText = ''; this.value = 'Tutup'; } else { this.parentNode.parentNode.getElementsByTagName('div')[1].getElementsByTagName('div')[0].style.display = 'none'; this.innerText = ''; this.value = 'Buka'; }" type="button"> </div>
<div style="border: 1px inset ; margin: 0px; padding: 6px;"><div style="display: none;"> Silahkan masukan Isi Spoiler disini,  Bisa teks atau gambar / foto  </div></div></div>

 Perhatikan tulisan berwarna merah, itu bisa diganti sesuai keinginan. dan isi pokok dari spoiler bisa berupa teks atau gambar.