Awal
 mula keberadaan Desa Penglipuran sudah ada sejak dahulu, konon pada 
zaman Kerajaan Bangli. Para leluhur penduduk desa ini datang dari Desa 
Bayung Gede dan menetap sampai sekarang, sementara nama “Penglipuran” 
sendiri mempunyai makna sebagai Penghibur/Penglipur hati raja yang
 pada saat itu raja sedih karena tidak ada orang yang dapat dipercaya 
dan beliau mencari orang yang jujur, yang pada akhirnya beliau temukan 
ketika sedang merenung sambil mengamati penduduk desa yang kini bernama 
penglipuran ini. 
        Namun,
 dari sudut pandang sejarah dan menurut para sesepuh, kata Penglipuran 
berasal dari kata “Pengeling Pura” yang berarti tempat suci mengenang 
para leluhur. Tempat ini sangat berarti sejak leluhur mereka datang dari
 desa Bayung Gede ke Penglipuran yang jaraknya cukup jauh, oleh karena 
itu masyarakat Penglipuran mendirikan pura yang sama sebagaimana yang 
ada di desa Bayung Gede. Dalam hal ini berarti masyarakat Penglipuran 
masih mengenal asal usul mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa 
Penglipuran berasal dari kata “Penglipur” yang berarti “penghibur” 
karena pada jaman kerajaan tempat ini dijadikan tempat peristirahatan.
        Penglipuran
 memiliki dua pengertian, yaitu pangeling yang kata dasarnya “eling” 
atau mengingat. Sementara pura artinya tanah leluhur. Jadi, penglipuran 
artinya mengingat tanah leluhur. Kata itu juga bisa berarti “penghibur” 
yang berkonteks makna memberikan petunjuk bahwa ada hubungan sangat erat
 antara tugas dan tanggung jawab masyarakat dalam menjalankan dharma 
agama.
        Masyarakat
 desa adat penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Desa 
Bayung Gede, Kintamani.Sebelumnya desa Panglipuran bernama Kubu Bayung. 
Pada jaman dahulu raja bali memerintahkan pada warga-warga di Bayung 
Gede untuk mengerjakan proyek di Kubu Bayung, tapi akhirnya para warga 
tersebut memutuskan untuk menetap di desa Kubu Bayung. Dilihat dari segi
 tradisi, desa adat ini menggunakan sistem pemerintahan hulu apad. 
Pemerintahan desa adatnya terdiri dari prajuru hulu apad dan prajuru 
adat. Prajuru hulu apad terdiri dari jero kubayan, jero kubahu, jero 
singgukan, jero cacar, jero balung dan jero pati. Prajuru hulu apad 
otomatis dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari usia 
perkawinan tetapi yang belum ngelad. Ngelad atau pensiun terjadi bila 
semua anak sudah menikah atau salah seorang cucunya telah kawin. Mereka 
yang baru menikah duduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga 
keanggotaan desa adat. 
        Yang
 membedakan desa adat penglipuran dengan yang lain yaitu tidak adanya 
kasta, karena kasta yang ada di desa ini hanya Kasta Sudra.
